MK Cabut Sanksi Pelanggaran Iklan Kampanye
Pengujian UU Pemilu

MK Cabut Sanksi Pelanggaran Iklan Kampanye

Majelis hakim konstitusi menilai penjatuhan sanksi bagi media massa yang melanggar aturan iklan kampanye inkonstitusional. Aturan tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945.

Ali
Bacaan 2 Menit
MK Cabut Sanksi Pelanggaran Iklan Kampanye
Hukumonline

 

Majelis menilai pasal tersebut mengandung ketidakpastian hukum. Dari rumusan ini, menggunakan kata 'atau' dapat menimbulkan tafsir bahwa lembaga yang dapat menjatuhkan sanksi bersifat alternatif, yaitu KPI atau Dewan Pers yang memungkinkan jenis sanksi yang dijatuhkan juga berbeda. Sehingga justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan, ujar Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar.

 

Ketidakpastian hukum semakin menguat apabila dikaitkan ke Pasal 98 ayat (3) yang menyebut KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota juga bisa memberikan sanksi kepada media massa bila Dewan Pers atau KPI tidak melakukannya. Menurut Mahkamah ini dapat menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum, ujar Mukthie.

 

Selain itu, majelis juga menilai sanksi bagi media massa tidak relevan dan terlalu berat. Sanksi-sanksi itu, lanjut majelis, tak sesuai lagi dengan kondisi bangsa yang memberi perlindungan kebebasan menyatakan pendapat pasca reformasi. Salah satu sanksi yang menyatakan akan mencabut izin penerbitan media massa cetak bahkan sudah tidak relevan lagi. Pasalnya, di era reformasi ini, tak ada lagi keharusan media massa cetak memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Persoalan ini memang sudah mengemuka pada sidang sebelumnya.

 

Salah satu Pasal yang Dibatalkan MK

Pasal 99 UU Pemilu Legislatif

 

(1)    Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dapat berupa:

a.  teguran tertulis;

b.  penghentian sementara mata acara yang bermasalah;

c.  pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaraan, dan iklan kampanye pemilu;

d.  denda;

e.          pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu untuk waktu tertentu; atau

f.            pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak;

(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers bersama KPU

 

Meski sanksi-sanksi itu dibatalkan MK, bukan berarti aturan iklan kampanye dalam UU Pemilu Legislatif akan mati suri. Pasalnya, sanksi masih bisa diberikan dengan mengacu pada UU No. 40/1999 tentang Pers dan UU No.32/2002 tentang Penyiaran.

 

Pasal Milik DPR

Kepala Bagian Litigasi Depkumham Mualimin Abdi mengaku bisa menerima dan memahami isi putusan ini. Pada prinsipnya kita hormati putusan ini,, ucap pria yang acapkali mewakili pemerintah di ruang sidang MK ini melalui sambungan telepon. Ia mengatakan sebenarnya pemerintah sudah bisa memprediksi isi putusan ini.

 

Pasalnya, dalam menyiapkan jawaban atau keterangan pemerintah, ia mengaku menemukan ketentuan yang dilematis. Sanksinya memang sudah diatur dalam UU Pers dan UU Penyiaran, ujarnya. Mualimin juga mengakui sebenarnya pasal yang mengatur penjatuhan sanksi bagi media massa yang melanggar aturan iklan kampanye itu bukan berasal dari pemerintah. Pasal itu dari DPR, tuturnya.

 

Mualimin memang mengakui maksud baik DPR untuk mengatur iklan kampanye dengan pemuatan sanksi itu. Keinginannnya memang baik, tapi rumusannya kurang klop, pungkasnya.

Tarman Azzam tersenyum sumringah ketika keluar dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Ucapan syukur pun keluar dari mulutnya. Alhamdulillah, ujar Pemimpin Redaksi Harian Terbit itu, Selasa (24/2). Maklum saja, langkahnya bersama tujuh pemimpin redaksi media cetak nasional baru saja membuahkan hasil. Majelis hakim konstitusi mengabulkan seluruh permohonan mereka. Para Pimred itu mengajukan pengujian pasal yang mengatur sanksi pelanggaran iklan kampanye dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.  

 

Majelis berpendapat seluruh pasal yang diuji pemohon, bertentangan dengan konstitusi. Pasal 98 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) UU 10/2008 menyebabkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UUD 1945, ujar Ketua Majelis Mahfud MD saat membacakan konklusi putusan.

 

Pasal-pasal yang dibatalkan itu mengatur sanksi bagi media massa yang melanggar aturan iklan kampanye dalam UU Pemilu Legislatif. Pasal 98 ayat (2) menyebut yang berwenang memberikan sanksi adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau Dewan Pers. Ayat (3) menyebut penjatuhan sanksi itu diberitahukan kepada KPU dan KPU Provinsi. Sedangkan ayat (4) mengatur apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari KPI atau Dewan Pers tidak menjatuhkan sanksi maka KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang akan menjatuhkan sanksi.

Tags: