Minim, Kontribusi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Hukum
Berita

Minim, Kontribusi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Hukum

Kontribusi pembaharuan hukum yang digulirkan oleh pihak-pihak di luar negara tidak terakomodasi dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) lima tahun.

Amr
Bacaan 2 Menit
Minim, Kontribusi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Hukum
Hukumonline

 

Hal itu, masih menurut Enny, juga menimpa rumusan RUU RPJP yang cakupan materinya belum visioner. Dengan adanya RPJM, RUU RPJP akan bersifat linier dengan RPJM karena RPJM sudah terlanjur ada, jelas Enny kepada hukumonline di sela-sela lokakarya.

 

Menyerap aspirasi

Penelitian yang dilakukan KHN-UGM menyimpulkan bahwa program-program pembangunan yang terumuskan tidak mempertimbangkan kemungkinan dinamika yang terjadi di masyarakat. Disebutkan, untuk mengelola dan mewujudkan desain pembangunan diperlukan adanya sebuah forum yang secara politis independen dan non partisan, serta dari aspek substansi memiliki kompetensi dan kapasitas untuk melakukan sinkronisasi berbagai usulan program pembangunan hukum nasional.

 

Penelitian tersebut tidak menafikkan fakta bahwa Bappenas melakukan penyerapan aspirasi dengan melihat program pembangunan hukum yang diusulkan oleh berbagai komponen mulai dari partai politik, calon presiden dan wakil presiden, lembaga penegak hukum, Law Summit III, dan lembaga swadaya masyarakat.

 

Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa menarik untuk mengetahui sejauh mana penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan Bappenas dalam penyusunan RPJM dikaji korelasi dan serapan hasilnya mengingat pada era reformasi sangat banyak bentuk kontribusi program-program pembangunan dari berbagai pihak yang disampaikan langsung maupun tidak.

Penunjukan Bappenas dan Bappeda sebagai lembaga yang mereformulasi visi dan misi Presiden menjadi program lima tahunan berarti Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPN) menggunakan pendekatan teknokratik yang biasa digunakan dalam melakukan perencanaan pembangunan.

 

Hal demikian yang antara lain mengemuka dalam Lokakarya Hasil Penelitian Sementara Implikasi Amandemen Konstitusi terhadap Perencanaan Pembangunan Hukum pada Rabu (29/6). Penelitian yang dilakukan oleh Komisi Hukum Nasional (KHN) bekerja sama dengan tim dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu secara garis besar ingin mengupas lembaga/pihak mana yang memberikan kontribusi bagi perencanaan pembangunan hukum pasca amandemen UUD 1945.

 

Salah satu peneliti dari UGM Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa amandemen Pasal 3 UUD 1945 telah menghapus kewenangan MPR menetapkan haluan negara (GBHN). Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari pemilihan presiden secara langsung, visi, misi, dan program presiden terpilih menjadi penentu rencana pembangunan lima tahunan yang dinormativisasikan secara utuh di dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) periode lima tahun.

 

Diterangkan oleh Enny, RPJM yang termuat di dalam UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPN) disusun dengan berpedoman pada rencana pembangunan jangka (RPJP) periode 20 tahun. Menurutnya, penunjukan Bappenas dan Bappeda sebagai lembaga yang mereformulasi visi dan misi Presiden menjadi program lima tahunan, berarti SPN menggunakan pendekatan teknokratik yang biasa dipakai dalam melakukan perencanaan pembangunan.

 

Oleh sebab itu Enny menilai kontribusi pembaharuan hukum yang digulirkan oleh pihak-pihak di luar negara tidak terakomodasi dalam RPJM. Pasalnya, teknokrat perencana pembangunan yang memiliki otoritas mereformulasi visi, misi, dan program presiden dalam mensinkronkan seluruh kontribusi menggunakan mesin birokrasi lama yang telah mapan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: