Menkopolhukam: Peluang Terbitnya Perppu KPK Masih Terbuka
Berita

Menkopolhukam: Peluang Terbitnya Perppu KPK Masih Terbuka

"Presiden juga tidak ingin Mahkamah Konstitusi nanti sebenarnya memutus hal yang sama, sehingga untuk apa lagi Perppu, kan begitu."

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Menurutnya, proses revisi UU KPK itu tidak sesuai dengan syarat-syarat yang ada dalam UU Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan baik dari segi formil maupun substansinya (materinya) bertentangan dengan janji Presiden memperkuat KPK. “Kenyataannya materi UU itu melemahkan KPK. Atas pertimbangan hal tersebut, kita tetap berharap agar Presiden mengeluarkan Perppu KPK.”

 

Sebelumnya, Wakil Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Bivitri Susanti menilai alasan Presiden tidak menerbitkan Perppu KPK karena ada uji materi di MK kurang tepat. Sebab, penerbitan Perppu tidak bisa digantungkan pada proses uji materi yang dilakukan lembaga lain. “Jadi kapanpun Presiden merasa ada kegentingan memaksa, maka Perppu bisa dikeluarkan. Jadi tidak ada deadline (putusan MK, red),” kata Bivitri.

 

Menurut Bivitri, terbitnya Perppu KPK tidak menjadi persoalan ketika ada proses uji materi di MK. Sebab, cabang kekuasaan eksekutif dan yudikatif antara Presiden dan MK berbeda fungsi dan wewenangnya. Dia yakin 9 hakim MK tak tersinggung bila Presiden menerbitkan Perppu, meskipun proses uji materi masih berjalan karena menyadari memiliki perbedaan fungsi dan wewenangnya.

 

“Argumentasi Presiden menerbitkan Perppu mesti menunggu proses di MK adalah keliru, bahkan menyesatkan!”

 

Dia menambahkan jika Perppu KPK tak terbit, maka KPK menjadi lembaga pencegahan korupsi karena fungsi penindakan telah dilucuti dengan keberadaan Dewan Pengawas dan dihilangkannya fungsi pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut. “Pemberantasan korupsi bakal terjun bebas dan indeks persepsi korupsi di Indonesia bakal jeblok.”

 

Seperti diketahui, tiga Pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang telah melayangkan judicial review atas UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK ke MK. Permohonan ini didukung mantan Pimpinan KPK yakni M. Jasin, Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Juru Bicara KPK Betti S Alisjahbana, dan sejumlah tokoh diantaranya Mayling Oey, Abdul Ficar Hadjar, Abdillah Toha, Ismid Hadad yang juga tercatat sebagai Pemohon. 

 

Pengujian Perubahan UU KPK ini selain uji formil, juga mengajukan uji materil. Untuk uji formil, proses pengesahan revisi UU KPK terdapat beberapa kejanggalan, sehingga UU ini minta dibatalkan. Untuk uji materil, salah satunya ada pertentangan (kontradiksi) Pasal 69 D dan Pasal 70 C Perubahan UU KPK itu. Bahkan, sebenarnya ada kesalahan tentang pengetikan antara syarat komisioner KPK, apakah 40 tahun atau 50 tahun?

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait