Mengenang Santi Kusumaningrum, Kolaborator Cendekia Pelindung Anak
Kolom

Mengenang Santi Kusumaningrum, Kolaborator Cendekia Pelindung Anak

Kehadiran Santi dalam menganalisis, berbagi panggung, dan memberikan kontribusinya merupakan kehilangan besar bagi dunia akademik dan penelitian.

Bacaan 5 Menit
Gita Putri damayana. Foto: Istimewa
Gita Putri damayana. Foto: Istimewa

Santi Kusumaningrum, Direktur Eksekutif Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan Anak (PUSKAPA) serta pengajar di FISIP UI, berpulang tanggal 8 Juli 2023 lalu. Kepergiannya pada usia muda dan sangat mendadak menyisakan kehilangan yang dalam. Keluarga dan orang terdekat yang ditinggalkan, agenda perlindungan anak, hingga dunia akademik serta penelitian secara keseluruhan sangat kehilangan. PUSKAPA yang Santi ikut dirikan dan dirinya sendiri telah berkontribusi penting dalam pembentukan kajian kebijakan anak di Indonesia. Bagaimana seharusnya sejarah mencatat kepergian dan kekosongan yang ditinggalkan seperti ini?

Tidak mudah menjadi peneliti di Indonesia seperti almarhum Santi. Tantangannya bukan hanya sekadar soal dukungan pendanaan dan keberlangsungan organisasi. Pertanyaan yang lebih mendasar adalah bagaimana seharusnya posisi peneliti—yang berfokus pada research to policy—di dalam iklim kebebasan akademik yang kian terkooptasi oleh kekuasaan dan kerap abai pada bukti? Pertanyaan tersebut menjadi titik tolak dalam tulisan singkat ini.

Fokus penelitian dan kerja Santi sebagai peneliti adalah kebijakan perlindungan anak. Topik tentang kebijakan anak merupakan tema populer dengan banyak kepentingan. Partisipasi seluas-luasnya dari publik dalam pembentukan kebijakan merupakan elemen utama demokrasi. Hal ini menjadikan pengambil kebijakan perlu memiliki kapasitas untuk memilah gagasan mana yang tepat untuk menjadi masukan alih-alih kepentingan segelintir kelompok. Cakupan kebijakan anak yang luas dari pendidikan, kesehatan, hingga penegakan hukum membuat bidang ini tak pernah sepi dari opini dan kepentingan berbagai kelompok.

Baca juga:

Di tengah bisingnya persilangan tersebut, PUSKAPA di bawah komando Santi hadir dengan memberikan kejernihan. Hal ini tidak lepas dari aspek kecendekiaan Santi yang mendorong kebijakan berbasis bukti, terutama dalam mengadvokasi kebijakan. Advokasi dan kebijakan berbasis bukti sama sekali bukan hal baru dalam lingkup aktivisme masyarakat sipil. Strategi ini sudah dimulai oleh organisasi masyarakat sipil di bidang reformasi hukum dan lingkungan. Namun, sangat terbatas pihak yang mengangkat aspek “berbasis bukti” dalam penyusunan kebijakan perlindungan anak sehingga Santi dan PUSKAPA bisa dianggap menjadi pionir dalam bidang ini.

Hukumonline.com

Aspek perlindungan anak berkembang menjadi isu payung umum yang bisa memasukkan nyaris segenap topik yang berkaitan dengan anak. Salah satu keberhasilan Santi dalam kerjanya menekankan pendekatan multidisipliner dalam mengadvokasi kebijakan. Contohnya ketika pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) beberapa tahun lalu memanas. Santi dalam berbagai kesempatan menekankan pentingnya perwakilan berbagai disiplin keilmuan selain hukum untuk “hadir” dan mewarnai pembahasan di publik.

Dalam berbagai kesempatan saat pembahasan RKUHP sekitar tahun 2020-2022 lalu, Santi menekankan rentannya RKUHP bisa mengkriminalisasi anak yang hamil di luar nikah. Pasal 404 KUHP menerapkan sanksi pidana yang cukup tinggi bagi mereka yang lalai mendaftarkan pernikahan, kelahiran serta kematian—suatu hal yang masih lazim terjadi di Indonesia. Sebagai contoh, provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku yang masih memiliki angka pencatatan kelahiran rendah membuat warganya mudah tersangkut pasal pidana tersebut. Infrastruktur di tiga provisi tersebut yang masih menyulitkan warga untuk mengakses layanan kependudukan tidak menjadi pertimbangan bagi penyusun RKUHP.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait