Telaah singkat terhadap praktik Pra peradilan pasca Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014.
obstruction of justice dalam rangka menghalang-halangi proses penegakan hukum.
[xiv]
[Ditulis dan disusun dalam rangka memenuhi permintaan eksaminasi putusan yang diajukan oleh Malang Corruption Watch (MCW) Mei 2016, selanjutnya disesuaikan untuk kepentingan publikasi di laman Hukumonline. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Anggara Suwahju (ICJR) yang membantu memberikan kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan naskah ini].
*Staf Pengajar Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Koordinator Eksekutif Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana (PERSADA UB), saat ini sedang menempuh studi doktoral di Universiteit Leiden Belanda. Saran dan kritik dapat dikirim ke [email protected].
[ii] Putusan pra peradilan Nomor 11/PRAPER/ 2016/ PN.SBY. hal 82
[v] J.H. Crijns and M.A.H. van der Woude
, Chapter18–TheCriminalJusticeSystem,
Book Chapter belum diterbitkan
[vi] Putusan pra peradilan Nomor 11/PRAPER/ 2016/ PN.SBY. hal 79.
[viii] Loebby Loeqman, 1987, Pra Peradilan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta
[ix] Putusan pra peradilan Nomor 11/PRAPER/ 2016/ PN.SBY, hal 28
[x] Lebih lanjut lihat Walter A Shumaker dan Goede Foster Longsdorf, The Cyclopedic Dictionary of law , ST Paul, Minn, Keefe.Davidson Law Book Co. 1901 hal 339-340 prosesa termasuk dalam mengadili gugatan pra peradilan. yang membantu .ukum Pengecualian hanya berlaku untuk keadaan tertentu sa
[xii] Putusan Pra peradilan perkara Nomor 19/PRA.PER/2016/PN.SBY, hal 109
[xiii] Bandingkan dengan SEMA 1 tahun 2012 yang mewajibkan kehadiran terpidana dalam permohonan PK