Membangun Kepercayaan
Tajuk

Membangun Kepercayaan

"Kepercayaan tidak cukup hanya dibicarakan atau menjadi wacana saja, tetapi harus bisa dibuktikan secara  meyakinkan ... hukum dan sistem peradilan kita harus bisa membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara demokratis dan layak dijadikan sahabat untuk membangun perdamaian dan peradaban dunia yang adil, sejahtera dan memuliakan umat manusia".

RED
Bacaan 2 Menit

 

Bukti bahwa membangun kepercayaan adalah penting, juga dibuktikan oleh pemerintah Jokowi baru-baru ini dengan berhasil sukses menyelenggarakan Asian Games XVIII di Jakarta dan Palembang baru-baru ini. Perhatian dunia mendadak beralih ke Indonesia dan banyak pujian diberikan kepada kemampuan Indonesia untuk dengan cantik, aman dan tertib menyelenggarakan peristiwa besar tingkat Asia itu. Ini disusul dengan kesuksesan Indonesia dalam menyelenggarakan Asian Para Games III, juga di Jakarta dan Palembang.

 

Tidak cukup dengan itu, kita juga berhasil menyelanggarakan pertemuan tahunan World Bank dan IMF di Bali pada bulan Oktober 2018 yang lalu. Belum cukup, kita juga berhasil menyelenggarakan suatu acara tingkat dunia lagi, yaitu Our Ocean Conference juga di Bali pada akhir Oktober yang lalu. Ini semua tentu memberi kredit kepada Presiden Jokowi sebagai pemimpin Indonesia yang mampu menjadikan bangsanya mendapatkan kepercayaan dunia internasional. Ukuran kesuksesan tersebut antara lain adalah dampak positif seketika dari acara-acara itu.

 

Tetapi yang lebih penting adalah dampak positif jangka panjang, yang tentunya harus diuji, karena kepercayaan itu harus dipelihara dengan pembuktian yang meyakinkan, antara lain apakah dengan demikian tingkat investasi di Indonesia dan perdagangan yang pro ekspor akan meningkat secara signifikan? Apakah dengan demikian arus dana dari luar untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat akan meningkat juga? Apakah karena situasi sekuriti kita yang terkendali bisa juga menjadikan Indonesia semakin penting kedudukannya dalam usaha-usaha perdamaian dunia. Kita hanya bisa berharap dan menunggu, sambil terus berusaha dan meyakinkan bahwa semua itu bisa kita lakukan bersama.

 

Satu hal yang tentunya masih mengganggu kita dan sebagian besar pemodal asing, adalah mengenai kondisi sistem hukum dan peradilan kita. Selama ini, salah satu hambatan bagi investasi di Indonesia dan perdagangan dengan Indonesia adalah keluhan tentang sistem hukum dan peradilan kita yang dianggap kurang menjamin kepastian, kebijakan tidak konsisten, saling tumpang tindih, dan masih mengandung praktik-praktik yang tidak etis, curang dan koruptif. Kalau kita lihat tersangka dan terpidana kasus-kasus korupsi, terbukti bahwa praktik-praktik tadi dilakukan oleh birokrat, anggota parlemen, penegak hukum, pebisnis dan politisi.

 

Praktik-praktik tersebut bukan hanya tidak bermoral, tetapi juga menyebabkan eknonomi biaya tinggi dan pengerdilan uang negara yang seharusnya bisa berguna untuk tujuan-tujuan lain. Setiap keputusan bisnis atau proyek jadi lebih membutuhkan risiko mitigasi yang rumit serta menggunakan banyak asumsi. Biaya asuransi jadi naik, kualitas hedging menjadi harus ditingkatkan sehingga mahal. Bank atau pemberi pinjaman semakin memperketat persyaratan pemberian kredit dan mengalihkan risiko dan kerugian kepada debitur dengan bunga dan biaya yang lebih tinggi.

 

Ini sejak lama telah memberikan pekerjaan rumah dari setiap pemerintahan yang silih berganti. Lembaga yang terkait sendiri merasa bahwa mereka sudah tersentuh reformasi, dan siap bahkan menuntut untuk menerima imbalan remunerasi lebih tinggi. Padahal, birokrasi, sistem hukum dan tingkat integritas peradilan kita belum memberi kepercayaan kepada para investor, perbankan dan pelaku usaha lain. Memberi rasa percaya kepada mereka perlu ditunjukkan dengan bukti nyata, yang semuanya dalam kendali pemerintah yang sedang berkuasa.

 

Kita masih bisa melakukannya antara lain  dengan: (i) memberi semua tempat strategis di birokrasi, badan legislasi dan peradilan  hanya kepada orang-orang yang bisa kerja dengan integritas yang tinggi, (ii) hilangkan praktik KKN dengan parlemen dan pihak yang terkait dengan pembuatan legislasi baru, (iii) serahkan sebagian besar pekerjaan kepada teknologi baru dengan proses otomatisasi pada, sebisa mungkin, semua kegiatan birokrasi dan peradilan untuk mencegah kecurangan, korupsi dan keteledoran; (iv) melaksanakan lebih baik lagi program reformasi birokrasi untuk meningkatkan efisiensi dan kemampuan birokrasi, (v) hilangkan kriminalisasi yang bertujuan membunuh karakter dan karir seseorang, tanpa ada merit dalam kasusnya; (vi) tegakkan prinsip perlindungan HAM, konsumen dan lingkungan, karena banyak ganjalan proses pembangunan datang dari arah ini; dan (vii) tegakkan jurisprudensi yang terpilih sebagai landmark decisions yang harus jadi pedoman hakim setara maupun bawahan, sehingga konsistensi penerapan hukum terjaga dan memberi kepastian.

Halaman Selanjutnya:
Tags: