Mediator BPN dalam Penyelesaian Sengketa Tanah
Kolom

Mediator BPN dalam Penyelesaian Sengketa Tanah

Bacaan 4 Menit

Penyelesaian sengketa tanah pun dapat dilakukan melalui jalur mediasi selain dengan litigasi. Pasal 1 ayat 1 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2016 tentang Mediasi menyatakan bahwa mediasi adalah “cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator”. Mediasi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan win-win solution disertai proses dan cara yang lebih sederhana. Tujuannya memberikan akses keadilan yang lebih memuaskan bagi para pihak pencari keadilan dengan bantuan seorang mediator. Peran mediator bukan menjadi pemutus perkara dengan pendapatnya. Mediator hanya menjembatani aspirasi para pihak dalam upaya menemukan penyelesaian yang mereka sepakati.

Mediasi di BPN

Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga memiliki kewenangan dalam menyelesaikan permasalahan terkait Tanah. Hal ini diatur Pasal 43 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang menyatakan, “Penyelesaian Kasus dapat diselesaikan melalui Mediasi”.

Peran BPN dalam penyelesaian kasus pertanahan dengan cara bertindak sebagai mediator bermula dari pengaturan Angka 2 bag. II. Penggolongan, Petunjuk Teknis Nomor 05/Juknis/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No: 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan. Isinya menyatakan, “Mediator adalah orang/pejabat yang ditunjuk dari jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahanya”.

Ketentuan diatas diperkuat berdasarkan pendapat akademik Rosiana dan Junaidi Tarigan dalam Jurnal Rechten: Riset Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Vol.4/No.2/2022. Artikel mereka berjudul “Analisis Yuridis Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Mediasi”. Intinya, BPN dapat bertindak sebagai mediator dalam penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan di luar Pengadilan.

Mediasi dengan BPN bertindak sebagai mediator bisa meminimalkan biaya sekaligus memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum dapat terjamin jika para pihak dalam mediasi sepakat menyelesaikan permasalahan dengan perdamaian. Perdamaian yang didapat dari hasil mediasi lalu dituangkan dalam bentuk akta/surat tertulis. Selanjutnya akta/surat tertulis itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri—yang kompetensinya meliputi letak tanah yang menjadi objek sengketa—untuk memperoleh putusan perdamaian. Ketentuan ini berdasarkan Pasal 44 ayat 5 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.

Perlu diingat bahwa setiap kesepakatan perdamaian memiliki kekuatan mengikat untuk dipatuhi dan dilaksanakan. Hal itu jelas ditentukan dalam Pasal 1858 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berbunyi, “Perdamaian di antara pihak sama kekuatannya seperti putusan hakim yang penghabisan”.

Hal yang sama ditegaskan pula dalam Pasal 130 Ayat 2 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) bahwa akta perdamaian itu juga berkekuatan eksekutorial (executoriale kracht). Oleh karena itu, upaya paksa oleh salah satu pihak—dengan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri—bisa dilakukan jika pihak lainnya tidak taat atas isi perjanjian perdamaian.

*)Dr.Endang Hadrian, S.H., M.H., adalah advokat, mediator, kurator, dan pengurus.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait