Masih Soal Perkawinan Beda Agama
Kolom

Masih Soal Perkawinan Beda Agama

SEMA Nomor 2 Tahun 2023 telah menjadi hukum bagi setiap warga negara.

Bacaan 4 Menit
Endang Hadrian. Foto: Istimewa
Endang Hadrian. Foto: Istimewa

Setiap pasangan yang sedang mabuk asmara tentu berharap jalinan cintanya berlanjut sampai pelaminan. Terkadang mereka siap saling berkorban apapun agar bisa hidup bersama. Atas dasar cinta, banyak pasangan yang sedang mabuk asmara tidak peduli segala hal selain bisa segera menikah. Bahkan, restu orang tua hingga aturan-aturan yang hidup serta berlaku di masyarakat pun tidak dipedulikan.

Amanat untuk membentuk suatu keluarga dapat dilihat dalam Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Isinya menyatakan bahwa warga negara memiliki hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Bagaimana dengan perkawinan beda agama? Mardalena Hanifah dalam artikel jurnal berjudul Perkawinan Beda Agama Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Sumatera Law Review, Vol.2/No.2/2019, hlm.298) menyatakan perkawinan semacam itu terdiri dari dua insan yang berbeda agama atau kepercayaan.

Pemerintah mengatur lebih lanjut terkait perkawinan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Mereka yang akan melangsungkan perkawinan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU Perkawinan. Pasal 1 UU Perkawinan telah menyatakan Perkawinan merupakan Ikatan lahir batin antara antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Baca juga:

Selain itu, UU Perkawinan memuat pula tata cara perkawinan serta larangan-larangan dalam melangsungkan perkawinan. Mengenai sah atau tidaknya perkawinan beda agama, secara jelas diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Isinya berbunyi Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Sebenarnya Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur perkawinan beda agama. Namun, ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, bisa dimaknai bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tidak ada satu pun ketentuan dalam UU Perkawinan yang secara eksplisit melarang perkawinan beda agama. Lazim diketahui bahwa ketentuan larangan haruslah tertuang secara eksplisit pada suatu aturan.

Selain Pasal 2 di atas soal keabsahan perkawinan dari sudut pandang agama, UU Perkawinan juga melarang perkawinan yang mungkin meliputi beda agama. Pasal 8 huruf f menyatakan Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau praturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Tags:

Berita Terkait