Manfaat HCCH 1965 Service Convention untuk Peradilan Indonesia
Kolom

Manfaat HCCH 1965 Service Convention untuk Peradilan Indonesia

Prosedur penyampaian dokumen hukum persidangan ke luar negeri akan jauh lebih cepat. Sejalan dengan prinsip penyelesaian perkara yang cepat, sederhana, dan biaya ringan dalam UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Bacaan 6 Menit
Manfaat HCCH 1965 Service Convention untuk Peradilan Indonesia
Hukumonline

XX adalah warga negara Indonesia (WNI) yang bertempat tinggal di wilayah Jakarta Selatan, Indonesia. Suaminya, XY, seorang WNI yang bertempat tinggal di Frankfurt, Jerman. Keduanya menjalani perkawinan jarak jauh karena pekerjaan XY menuntutnya untuk berada di Frankfurt. Setelah beberapa waktu menikah, XX memutuskan untuk bercerai dari XY. Atas saran dari konsultan hukumnya, XX melayangkan gugatan perceraian di pengadilan wilayah tempat tinggalnya yaitu Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Persidangan perceraian XX dan XY terjadi di pengadilan Indonesia, bukan pengadilan di Frankfurt.

Sebuah pertanyaan sederhana muncul dari ilustrasi kasus di atas, bagaimana pengadilan Indonesia akan menyampaikan surat panggilan sidang perceraian kepada XY yang berada di Frankfurt?

Baca juga:

MA Dorong Pemerintah Kembangkan Instrumen Hukum Perdata Internasional

Urgensi Keberadaan UU Hukum Perdata Internasional di Indonesia

Ketentuan yang berlaku saat ini adalah Nota Kesepahaman Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Penanganan Permintaan Bantuan Teknis Hukum dan Masalah Perdata Lintas Negara Nomor PRJ/HK/00001/04/2023/22–02/KMA/NK/IV/2023 (Nota Kesepahaman Kemlu dan MA), ditandatangani pada April 2023. Isinya soal penyampaian dokumen hukum ke luar negeri untuk keperluan persidangan sengketa perdata atau komersial di pengadilan Indonesia.

Kembali pada ilustrasi kasus di awal, berdasarkan Nota Kesepahaman Kemlu dan MA, penyampaian dokumen panggilan sidang untuk XY yang berada di Frankfurt melibatkan proses yang cukup rumit. Pertama,PN Jakarta Selatan sebagai forum persidangan perceraian berlangsung perlu mengirimkan surat permohonan berisi dokumen panggilan sidang untuk XY kepada MA. Surat permohonan ini harus ditujukan secara khusus kepada Panitera MA dengan alamat surat PO BOX 913 Jakarta Pusat. Kedua, MA meneruskan surat permohonan ini kepada Kemlu. Ketiga,Kemlu melanjutkan surat permohonan tersebut kepada kantor perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan. Merujuk ilustrasi kasus di awal, surat permohonan akan ditujukan kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Frankfurt (KJRI Frankfurt). Keempat, perwakilan RI di negara tujuan (KJRI Frankfurt) akan meneruskan surat tersebut kepada otoritas yang berwenang untuk menangani surat panggilan sidang dari luar negeri di Frankfurt. Otoritas tersebut dapat berupa kementerian luar negeri, pengadilan setempat, atau institusi lainnya sesuai yang ditentukan oleh hukum di negara tujuan. Kelima, otoritas tersebut akan menyampaikan surat panggilan sidang kepada pihak dituju (XY) agar hadir ke persidangan di Indonesia.

Proses penyampaian dokumen hukum untuk keperluan persidangan sengketa perdata atau komersial di Indonesia begitu panjang. Proses ini memakan waktu dan biaya serta melibatkan beberapa institusi di Indonesia dan di negara tujuan. Hal ini menyulitkan bagi pengadilan Indonesia yang sedang menangani suatu sengketa perdata atau komersial. Sulit memastikan apakah dokumen hukum tersebut telah tersampaikan dengan semestinya kepada pihak yang dituju di luar negeri. Tak jarang untuk sekadar menyampaikan dokumen panggilan sidang ke luar negeri membutuhkan waktu antara 3-12 bulan.

Proses sebaliknya—seorang WNI atau perusahaan Indonesia menjadi pihak berperkara dalam suatu sengketa perdata atau komersial di pengadilan di luar negeri—pun berbelit-belit. Risikonya adalah dokumen hukum untuk persidangan di luar negeri tidak sampai ke pihak yang dituju di Indonesia. Akibatnya, WNI atau perusahaan Indonesia kehilangan kesempatan untuk dapat mempertahankan kepentingan hukumnya dalam suatu persidangan yang berlangsung di luar negeri.

Hal ini menimbulkan pertanyaan penting, apakah ada prosedur yang lebih sederhana untuk penyampaian dokumen hukum kepada pihak yang berada di luar negeri untuk hadir dalam suatu persidangan yang berlangsung di Indonesia? Jawabannya tentu ada.

Tags:

Berita Terkait