Majelis Kehormatan Notaris Tak Boleh Sembarangan Menolak Penegak Hukum
Kolom

Majelis Kehormatan Notaris Tak Boleh Sembarangan Menolak Penegak Hukum

Jika kriteria Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021 telah terpenuhi.

Bacaan 6 Menit
Majelis Kehormatan Notaris Tak Boleh Sembarangan Menolak Penegak Hukum
Hukumonline

Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan notaris. Demikian bunyi Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 17 Tahun 2021 tentang Tugas dan Fungsi, Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan Dan Pemberhentian, Struktur Organisasi, Tata Kerja, Dan Anggaran Majelis Kehormatan Notaris (Permenkumham No.17 Tahun 2021) 

Pemberian kewenangan kepada Majelis Kehormatan Notaris tersebut diatur dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Pasal tersebut berbunyi: “Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang: a). mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan notaris dan; b). memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.”

Kewenangan tersebut diberikan kepada Majelis Kehormatan Notaris dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada notaris terkait dengan kewajibannya merahasiakan isi akta. Hal ini sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UUJN yang berbunyi: “dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.”

Jumlah Majelis Kehormatan Notaris menurut Permenkumham No.17 Tahun 2021 ada tujuh orang. Terdiri atas tiga orang dari unsur notaris, dua orang dari unsur pemerintah dan dua orang dari unsur ahli atau akademisi. Dalam peraturan yang sama, juga disebutkan bahwa Majelis Kehormatan Notaris terdiri atas Majelis Kehormatan Notaris Pusat dan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah. Majelis Kehormatan Notaris Pusat dibentuk oleh Menteri dan berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dibentuk oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dan berkedudukan di ibu kota provinsi.

Sedangkan tugas Majelis Kehormatan Notaris Pusat adalah melaksanakan pembinaan kepada notaris dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dan kepada Majelis Kehormatan Notaris Wilayah yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Majelis Kehormatan Notaris Wilayah. Sementara, Majelis Kehormatan Notaris Wilayah bertugas melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim; dan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan.

Dalam rangka melaksanakan tugasnya, menurut Permenkumham No.17 Tahun 2021, Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai fungsi melakukan pembinaan dengan tujuan menjaga martabat dan kehormatan notaris dalam menjalankan profesi jabatannya dan memberikan perlindungan kepada notaris terkait dengan kewajiban notaris untuk merahasiakan isi akta.

Notaris sebagai pejabat yang berkewajiban merahasiakan isi akta yang dibuatnya sudah sepantasnya mendapat perlindungan hukum dari Majelis Kehormatan Notaris. Meskipun Majelis Kehormatan Notaris memberikan perlindungan hukum kepada notaris, tapi idealnya juga memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepentingan dan perlindungan hukum bagi para pihak pencari keadilan atau para pihak yang dirugikan. Selain itu, Majelis Kehormatan Notaris juga patut memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepentingan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (penyidik, penuntut umum dan hakim).

Majelis Kehormatan Notaris dan aparat penegak hukum idealnya bersinergi agar terbangun koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam rangka penegakan hukum yang terkait dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris. Hal ini sebagaimana diperintahkan oleh Permenkumham No.17 Tahun 2021 yang berbunyi: “bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Majelis Kehormatan Notaris menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan Majelis Kehormatan Notaris maupun instansi lain di luar Majelis Kehormatan Notaris sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.”

Sehubungan dengan itu, dalam mengambil keputusan, Majelis Kehormatan Notaris idealnya sungguh-sungguh memperhatikan dan mempertimbangkan serta menerapkan petunjuk atau pedoman yang telah ditetapkan oleh Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021. Keputusan ini berkaitan dengan pemberian persetujuan dan penolakan kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim yang ingin melakukan pemeriksaan dan pemanggilan kepada notaris.

Menurut Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021, pemberian persetujuan dan penolakan kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk kepentingan proses peradilan dalam pengambilan fotokopi minuta akta dan/atau surat dan pemanggilan notaris, dilakukan dalam hal:

  1. adanya dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan notaris;
  2. belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana;
  3. adanya penyangkalan keabsahan tanda tangan dari salah satu pihak atau lebih;
  4. adanya dugaan pengurangan atau penambahan atas minuta akta; dan/atau
  5. adanya dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal (antidatum).

Kelima hal di atas adalah kriteria atau tolak ukur bagi Majelis Kehormatan Notaris dalam pemberian persetujuan dan penolakan terhadap permohonan yang diajukan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim. Artinya, jika berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap notaris ditemukan kriteria-kriteria tersebut di atas, maka tidak ada alasan hukum bagi Majelis Kehormatan Notaris untuk menolak permohonan persetujuan yang diajukan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim, meskipun menurut keterangan notaris dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh UUJN.

Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Protokol notaris terdiri atas minuta akta, buku daftar akta atau repertorium, buku daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya dilakukan di hadapan notaris atau akta di bawah tangan yang didaftar, buku daftar nama penghadap atau klapper, buku daftar protes, buku daftar wasiat dan buku daftar lain yang harus disimpan oleh notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebagai ilustrasi, penyidik memohon persetujuan pemanggilan notaris kepada Majelis Kehormatan Notaris karena penyidik sedang menangani perkara dugaan tindak pidana dugaan menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Keterangan yang diduga palsu adalah keterangan yang ditempatkan di dalam minuta akta yang dibuat oleh notaris. Sesuai dengan Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021 permohonan penyidik ini seharusnya disetujui oleh Majelis Kehormatan Notaris karena dugaan tindak pidana Menempatkan tersebut terkait dengan minuta akta yang dibuat oleh notaris.

Ilustrasi lain, penyidik memohon persetujuan pemanggilan notaris kepada Majelis Kehormatan Notaris sehubungan dengan penanganan perkara dugaan tindak pidana membuat dan menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP. Surat yang diduga palsu adalah surat yang dibuat di bawah tangan yang disahkan tanda tangannya oleh notaris (bukan berupa minuta akta notaris). Atas ilustrasi ini, Majelis Kehormatan Notaris seharusnya memberikan persetujuan dengan alasan sudah memenuhi ketentuan yang diatur oleh Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021, karena dugaan tindak pidana membuat dan menggunakan surat palsu terkait dengan surat yang dibuat di bawah tangan yang disahkan tanda tangannya oleh notaris.

Dengan mengacu kepada Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021 Majelis Kehormatan Notaris juga tidak perlu ragu-ragu untuk memberikan persetujuannya manakala ada pihak yang menyangkal tanda tangannya di dalam minuta akta yang dibuat oleh notaris. Demikian pula halnya apabila adanya dugaan pengurangan atau penambahan atas minuta akta dan/atau adanya dugaan notaris melakukan pemunduran tanggal (antidatum).

Berdasarkan Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021 tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun notaris telah melaksanakan pekerjaan atau jabatannya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh UUJN. Namun jika berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap notaris itu, Majelis Kehormatan Notaris berpendapat permohonan persetujuan yang diajukan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim telah memenuhi ketentuan Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021.

Terkait hal ini, maka Majelis Kehormatan Notaris sebaiknya tidak ragu-ragu untuk memberikan persetujuan dan seharusnya tidak menolak memberikan persetujuan dengan alasan bahwa notaris telah melaksanakan pekerjaan atau jabatannya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh UUJN. Atau dengan kata lain, Majelis Kehormatan Notaris tidak boleh sembarang menolak, jika kriteria Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021 telah terpenuhi.

Jika Majelis Kehormatan Notaris tetap menolak memberikan persetujuan dengan tidak berdasar pada Pasal 32 dan Pasal 33 Permenkumham No.17 Tahun 2021, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat menempuh prosedur hukum yang diatur dalam Pasal 43 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu memohon persetujuan kepada ketua pengadilan negeri setempat.

*)Dr. Henry Sinaga, S.H., Sp.N., M.Kn., adalah Notaris/PPAT dan Dosen Magister Kenotariatan FH USU Medan.

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Utara dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait