Pengadilan berperan penting dalam melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) setiap warga negara. Bisa dilihat dari berbagai kasus yang dihadapi masyarakat, tak jarang berlabuh sampai pengadilan untuk mencari keadilan. Tapi sayangnya belum semua putusan pengadilan mampu melindungi HAM warga negara.
Direktur Eksekutif LeIP periode 2023-2026, Muhammad Tanziel Aziezi, mencatat masih ada putusan pengadilan yang gagal melindungi HAM. Misalnya, dalam perkara soal penodaan agama, makar dan lainnya. Bahkan majelis hakim di pengadilan masih menggunakan bukti atau keterangan yang dihasilkan dari proses diduga penyiksaan.
“Terbukti pengadilan belum mampu sepenuhnya melindungi hak warga negara. Tapi kami melihat ada perbaikan,” kata pria yang disapa Azhe itu dalam diskusi bertema Peran Pengadilan dalam Penegakan HAM, Jumat (24/11).
Baca Juga:
- Tak Pandang Asal Organisasi, Kode Etik Berlaku untuk Seluruh Advokat
- Moral Hukum Sebagai Moral Esensial dalam Pelatihan PKPA
Tapi dalam putusan lain Azhe melihat masih ada peluang untuk memposisikan pengadilan sebagai pelindung HAM. Misalnya, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan akses internet di Papua 2019 lalu merupakan perbuatan melawan hukum. Ketiga hakim yang memutus perkara itu perempuan yang luar biasa karena berhasil mengelaborasi prinsip HAM dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik.
“Ini bukti hakim Indonesia maju dan ini memberikan harapan. Kita masih punya harapan besar kepada para hakim untuk memberikan putusan sesuai prinsip-prinsip HAM,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menilai bidang hukum tidak mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah. Cenderung menyelesaikan persoalan hukum dengan cara menangani kasus per kasus yang viral.