KPI Tolak Tiga PP Penyiaran Baru
Berita

KPI Tolak Tiga PP Penyiaran Baru

Isi ketiga Peraturan Pemerintah (PP) tersebut dinilai bertentangan dengan amanat undang-undang.

Zae
Bacaan 2 Menit
KPI Tolak Tiga PP Penyiaran Baru
Hukumonline

 

Dengan pertimbangan-pertimbangan itu, menurutnya, KPI menolak ketiga PP itu. "Kami menolak PP ini, tapi sebagai sebuah strategi hukum kami akan mempelajari dulu dan kemudian merumuskan langkah selanjutnya ke depan," tegas Victor.

 

Saat ditanya apakah KPI akan mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA) untuk menolak PP tersebut, Victor mengatakan bahwa seharusnya KPI memang melakukan langkah itu. Namun dia tidak bisa memutuskan sendiri, tergantung keputusan pleno anggota KPI.

 

Tak sesuai amanat UU

Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua KPI, Sinansari Ecip. "Kami sudah menyatakan menolak (PP tersebut, red), kalau tidak sesuai dengan UU kami tolak," tegasnya saat ditemui usai sebuah diskusi di Jakarta (7/4).

 

Sinansari mengatakan bahwa sesuai amanat UU Penyiaran, KPI adalah lembaga negara yang mengurusi masalah penyiaran (Pasal 7 ayat (2), red). Kemudian izin penyelenggaraan penyiaran diberikan oleh negara melalui KPI, bukan oleh menteri seperti tertera dalam PP.

 

Ketentuan lainnya dalam PP adalah bahwa yang bisa menjadi direktur RRI dan TVRI adalah PNS. Alasan pemerintah ini dibiayai oleh negara dan uang negara tidak boleh disalurkan ke pihak swasta. Padahal menurut Sinansari, sebaiknya swasta juga bisa menjadi direktur.

 

Meski menolak, KPI tetap akan melaksanakan PP itu. "Kalau sudah diterbitkan, itu secara formal harus dijalankan. Meski protes harus berjalan," jelasnya.

Penolakan terhadap tiga PP yang diterbitkan pada akhir Maret 2005 itu ditegaskan oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Victor Menayang, saat dikonfirmasi hukumonline perihal terbitnya PP tersebut pada Kamis (7/4).

 

Ketiga PP dimaksud adalah PP No. 11 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik, PP No. 12 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan PP No. 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (RRI).

 

Victor mengatakan bahwa seperti yang sudah diduga oleh KPI, ada beberapa hal dalam ketiga PP tersebut yang isinya bertentangan dengan UU Penyiaran. Misalnya saja soal perizinan. Dalam PP tersebut perizinan dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo).

 

KPI menurutnya masih kaget dan belum memahami bagaimana konsep pemerintah dalam mengatur perizinan bagi penyiaran publik. "PP yang sudah terbit ini sebenarnya memberikan kesempatan yang lebih besar pada pemerintah untuk melakukan intervensi pada lembaga penyiaran publik utama, yakni RRI dan TVRI," ujar Victor.

 

Hal ini menurutnya sungguh sangat disayangkan. Pasalnya, KPI bersama masyarakat sudah berjuang sekian lama dengan keras supaya TVRI dan RRI berubah dari semula sebagai lembaga penyiaran pemerintah, menjadi lembaga penyiaran publik.

Tags: