Konstruksi Hukum Pertanggungan Asuransi Kesehatan
Kolom

Konstruksi Hukum Pertanggungan Asuransi Kesehatan

Penting untuk membaca dan memahami isi pertanggungan kesehatan dari suatu produk asuransi kesehatan sebelum membuat kesepakatan dan menandatangani polis.

Bacaan 4 Menit
Konstruksi Hukum Pertanggungan Asuransi Kesehatan
Hukumonline

Belakangan ini media cetak dan elektronik ramai memberitakan keluhan seorang tokoh publik pada layanan produk asuransi kesehatan. Persoalannya adalah konsumen merasa tidak mendapat manfaat pertanggungan sesuai dengan premi yang telah dibayarkan. Artikel ini tidak secara khusus membahas mengenai kasus tersebut, tetapi artikel ini membahas mengenai konstruksi hukum terkait pertanggungan pada asuransi kesehatan sehingga masyarakat memiliki kesadaran akan produk asuransi kesehatan.

Secara hukum, asuransi diatur di dalam Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yakni “Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti”.

Selanjutnya pada Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (UU Perasuransian) dijelaskan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi.

Dari konstruksi ini nampak bahwa Pasal 1774 KUH Perdata merupakan dasar pemahaman yang dibentuk pada Pasal 1 UU Perasuransian. Irisan keduanya adalah adanya kata perjanjian, sementara definisi ‘untung-untungan’ sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1774 KUH Perdata dalam bentuk khusus (lex specialis) dijabarkan dalam frasa perjanjian antara perusahaan asuransi dan pemegang polis.

Lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat 1 huruf (b) UU Perasuransian menjadi dasar bagi produk asuransi kesehatan yang banyak ditawarkan oleh perusahaan asuransi. Pasal 1 huruf (b) UU Perasuransian menjelaskan bahwa pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Sementara lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat 6 UU Perasuransian menerangkan usaha asuransi jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Artinya jika mengacu pada Pasal 1 ayat 1 huruf (b) dan Pasal 1 ayat 6 UU Perasuransian maka perjanjian untung-untungan tersebut dituangkan di dalam dokumen polis.

Dokumen polis secara hukum dikenal dalam Pasal 255 KUH Dagang yang menyebutkan bahwa pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis. Lebih lanjut Pasal 1 ayat 22 UU Perasuransian menjelaskan bahwa pemegang polis adalah pihak yang mengikatkan diri berdasarkan perjanjian dengan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau peru sahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan pelindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain. 

Polis Asuransi

Dari konstruksi hukum yang telah diuraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa asuransi kesehatan merupakan jenis perjanjian untung-untungan ‘bersyarat’. Polis asuransi kesehatan menerangkan kondisi-kondisi pertanggungan berdasarkan syarat, ketentuan dan informasi yang telah diberitahukan oleh para pihak dengan iktikad baik. Emi Pangaribuan (1995), menerangkan bahwa syarat pemenuhan kondisi dan prestasi dari perusahaan asuransi dan pemegang polis disepakati dalam polis asuransi.

Sebagai pembelajaran terhadap masyarakat luas maka penting halnya untuk membaca dan memahami isi pertanggungan kesehatan dari suatu produk asuransi kesehatan sebelum membuat kesepakatan dan menandatangani polis asuransi kesehatan tersebut. Khususnya terhadap produk asuransi kesehatan akan selalu tercantum pada polis asuransi hal-hal yang menjadi objek pertanggungan dan besaran pertanggungan. Demikian pula beberapa kondisi yang mungkin dikecualikan dari pertanggungan dalam asuransi kesehatan, misalnya penyakit bawaan maupun penyakit atau cedera lain yang dikecualikan dari pertanggungan misalnya terkait perawatan estetis.

Artinya dalam hal ini pelaksanaan dari perjanjian asuransi, khususnya terkait klaim dan konsekuensinya bagi para pihak mengacu pada polis yang telah disepakati oleh para pihak. Seluruh prestasi dan kontraprestasi para pihak tertulis di dalam polis yang disepakati para pihak, misalnya besaran premi, pembayaran, pengecualian, manfaat pengobatan serta kondisi penyakit maupun pengobatan yang dikecualikan.

Product Liability

Jika mengacu pada mazhab product liability sebagaimana dikenal dalam Pasal 19 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) maka perusahaan asuransi dapat dikatakan melanggar polis apabila tidak menyelenggarakan produk asuransi kesehatan sebagaimana tercantum di dalam polis yang disepakati oleh para pihak. Pemahaman product liability merujuk pada tidak terpenuhinya kondisi yang telah disepakati oleh perusahaan asuransi sebagaimana tertulis di dalam polis pertanggungan sebagaimana disepakati pemegang polis dan perusahaan asuransi.

Kent (2002), menguraikan bahwa penilaian tenaga profesional seperti dokter dan paramedis lainnya menjadi objek yang diperjanjikan di dalam polis asuransi kesehatan karena tenaga profesional di bidang kesehatan bekerja bukan dengan ukuran hasil tetapi dengan ukuran upaya terbaik. Misalnya suatu kondisi penilaian pada suatu kondisi untuk menentukan pengobatan rehabilitatif, kuratif maupun estetis yang mempunyai konsekuensi yang berbeda pada masing masing polis kesehatan.

Pengertian product liability pada produk asuransi kesehatan dalam hal ini kata ‘product’ merujuk pada tiap polis yang dimiliki oleh pemegang polis asuransi kesehatan. Demikian juga kata ‘liability’ merujuk pada masing-masing pertanggungan antara pemegang polis dan perusahaan asuransi yang menawarkan produk asuransi kesehatan. Masyarakat perlu memahami secara objektif bahwa kondisi pertanggungjawaban perusahaan asuransi terhadap produk asuransi kesehatan dibatasi oleh ruang lingkup pertanggungan dalam polis asuransi kesehatan.

Artinya dalam hal ini seluruh klaim maupun disclaimer harus mengacu pada polis yang telah disepakati. Apabila terdapat perubahan perjanjian maupun perubahan polis maka kondisi pertanggungan akan mengacu pada perjanjian maupun polis yang terbaru. Secara hukum, konsekuensi pada produk asuransi kesehatan tidaklah melekat secara historis maupun kronologis keikutsertaan pada sebuah produk asuransi kesehatan maupun kondisi kesehatan pemegang polis. Konsekuensi atas penyelenggaraan dan klaim pada produk asuransi kesehatan melekat pada polis asuransi kesehatan yang berlaku saat itu.

Untuk itu, penting bagi masyarakat untuk memahami dan mengetahui segala konsekuensi apabila akan melakukan perubahan polis asuransi kesehatan. Penting untuk memahami makna perpanjangan polis dan perubahan polis. Perpanjangan polis hanya mengacu pada pembaharuan jangka waktu namun tidak mengubah kondisi pertanggungan, sebaliknya perubahan maupun pembaharuan polis merujuk pada berubahnya syarat dan kondisi pertanggungan.

*)Dr. Rio Christiawan,S.H.,M.Hum.,M.Kn. adalah Faculty Member International Business Law Universitas Prasetiya Mulya.

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Universitas Prasetiya Mulya dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait