Konstitusionalisme Digital
Kolom

Konstitusionalisme Digital

Teknologi digital membawa deretan dampak bagi keseimbangan ekosistem konstitusional.

Bacaan 5 Menit

Gagasan konstitusionalisme digital, meskipun bukan istilah baru, tampak impresif sebagai untaian tawaran untuk menjawab kebutuhan konsepsi konstitusionalisme kontemporer. Tetapi, konotasi makna yang terkesan kabur membuatnya digunakan dalam konteks dan arti yang berbeda-beda. Maka, menarik membaca proposal konstitusionalisme digital Celeste. Ia mempromosikan kerangka teorisasi baru yang lebih sistematis dalam Digital Constitusionalism: a new systematic theorisation (2019).

Fakta bahwa aktor non-negara muncul sebagai aktor dominan baru, memerlukan perluasan ruang lingkup konsep asli konstitusionalisme agar menghargai keberadaan dan kekuatan aktor non-negara. Menariknya lagi, dalam konsep apapun harus terpatri prinsip untuk memastikan perlindungan hak-hak dasar warga negara dan keseimbangan kekuasaan dalam suatu ketertiban hukum berdasar konstitusi. Dalam artikel itu, Celeste merekomendasikan konstitusionalisasi ekosistem digital (constitutionalisation of the digital environment) untuk mengidentifikasi proses produksi norma-norma konstitusi guna tujuan menjamin perlindungan hak dasar warga negara dan keseimbangan kekuasaan negara.

Tetapi, tawarannya tidak spesifik semata-mata, apalagi tergesa-gesa, melakukan pelembagaan formal atau kodifikasi norma dalam teks-teks hukum yang mengikat. Justru ini, kata Celeste, akan mencakup proses yang lebih luas, yang dapat dimulai dari fase diskusi dan elaborasi kembali prinsip-prinsip baru konstitusi.

Berpijak dari itu, dimensi konstitusionalisme dan teori-teori konstitusi ‘klasik’, yang memposisikan negara-bangsa menjadi pemain sentral (state-centric) perlu dibongkar, perlu rekonseptualisasi, perlu redefinisi, perlu ditafsir ulang, agar konstitusionalisme kontemporer mampu mengidentifikasi dan memuat ideologi yang mengadaptasi nilai-nilai khas masyarakat digital, tetap untuk dan dalam frame kewajiban menghormati hak-hak dasar warga negara.

Untuk itu, wahai para cerdik pandai konstitusi negeri ini, jika mungkin sedang dalam ‘nina bobo’ pragmatisme politik, popularitas, atau finansial, bangunlah! Bangkit dan pulang ke pangkuan ilmu pengetahuan.

*)Dr. Fajar Laksono Suroso, Pengajar FH Universitas Brawijaya. Tulisan tidak merepresentasikan pendapat pihak atau lembaga manapun.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait