Kode Etik Advokat Jadi 'Menu' Pembuka PKPA Hukumonline Angkatan-9
Jeda

Kode Etik Advokat Jadi 'Menu' Pembuka PKPA Hukumonline Angkatan-9

Dahulu kode etik dipandang sebagai hal yang berada di luar hukum, namun saat ini kode etik adalah hukum.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Direktur Pemberitaan dan Konten Hukumonline, Amrie Hakim, dalam sesi pembukaan PKPA Hukumonline Angkatan ke-9, Senin (26/7). Foto: RES
Direktur Pemberitaan dan Konten Hukumonline, Amrie Hakim, dalam sesi pembukaan PKPA Hukumonline Angkatan ke-9, Senin (26/7). Foto: RES

Hukumonline bekerja sama dengan Universitas YARSI dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kembali menggelar Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Ini menjadi PKPA Angkatan-9 yang akan diselenggarakan selama kurang lebih satu bulan mulai dari tanggal 26 Juli hingga 21 Agustus 2021.

Direktur Pemberitaan dan Konten Hukumonline, Amrie Hakim, mengatakan bahwa PKPA online class yang diselengarakan Hukumonline merupakah solusi atas situasi pandemi saat ini. Dengan PKPA ini pendidikan advokat tetap berjalan secara berkelanjutan, sehingga tujuan mencetak advokat yang profesional dapat terwujud.

Dalam PKPA ini, Amrie menegaskan bahwa Hukumonline senantiasa menjaga kualitas pendidikan dengan cara membatasi jumlah peserta. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga sistem belajar mengajar yang kondusif dan peserta bisa mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari penyelenggaraan PKPA ini. (Baca: PKPA Hukumonline, Ada Materi Tambahan Cyber Law Hingga Kewajiban Probono bagi Advokat)

“Kami berharap semua peserta  dapat menggali ilmu dari para narasumber yang kompeten dan berpengalaman di bidangnya sebagai praktisi hukum di Indonesia. Dan berharap semua peserta yang bergabung dalam PKPA Hukumonline dapat menjadi ajang berjejaring sesama peserta,” kata Amrie dalam sesi pembukaan PKPA Hukumonline Angkatan ke-9, Senin (26/7).

Kepala Laboratorium Hukum Fakultas Hukum YARSI Yusuf Shofie menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya PKPA Hukumonline dan bekerja sama dengan YARSI beserta Peradi hingga angkatan ke-9 ini. Dia berharap para perserta PKPA Hukumonline dapat mendalami hukum acara terutama penerapannya dalam situasi pandemi Covid-19.

Hukumonline.com

Kepala Laboratorium Hukum Fakultas Hukum YARSI, Yusuf Shofie.

“Terima kasih untuk Hukumonline dan senior di DPN Peradi yang menyelenggarakan PKPA dengan serba terbatas, terbatas untuk menjada mutu dan saya setuju dengan itu. Harus saya garis bawahi peserta perlu memahami hukum acara terutama penerapan dalam sitauai pandemi. Jadi ada revolusi digital 4.0 penanganan perkara yang responsif, responsif diperlukan bisa lewat internet, website, aplikasi,” katanya pada acara yang sama.

Pada pembukaan PKPA Hukumonline Angkatan ke-9 ini, Hukumonline mendatangkan pembicara yang berpengalaman di bidangnya yakni Ketua Bidang Kajian Hukum & Perundang-undangan DPN Peradi, Nikolas Simanjuntak, dengan tema Kode Etik Advokat. Nikolas mengatakan bahwa advokat memiliki delapan wewenang dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan amanat UU No 8 Tahum 2003 tentang Advokat.

Dua dari delapan wewenang tersebut adalah melaksanakan PKPA dan membuat kode etik, sesuai dengan amanat UU Advokat. Kewenangan untuk menyelenggarakan PKPA dan pembuatan kode etik tersebut berada dibawah organisasi atau wadah profesi yang dikenal dengan Peradi.

Hukumonline.com

Ketua Bidang Kajian Hukum & Perundang-undangan DPN Peradi, Nikolas Simanjuntak.

Kode etik merupakan panduan bagi advokat dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai bagian dari penegak hukum. Nikolas menegaskan bahwa penyusunan kode etik advokat dilandasi UUD 1945. Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rule of law state) dengan asas-asas: pemisahan/distribusi kekuasaan, checks and balances, kekuasaan kehakiman yang merdeka, penerapan hak-hak asasi manusia, dan melakukan sirkulasi kekuasaan secara demokratis, periodik, dan seterusnya.

Dahulu kode etik dipandang sebagai sesuatu yang berada “di luar hukum”, dimana melanggar etik belum tentu melanggar hukum dan melanggar hukum sudah pasti melanggar etik. Namun analogi tersebut saat ini sudah bergeser. Saat ini, lanjut Nikolas, kode etik adalah hukum karena dibuat berdasarkan atas perintah UU.

“Kode etik yang dulunya dipandang sebagai sesuatu yang “di luar hukum” namun kini telah berkembang jadi hukum (positif). Sekarang semua kode etik menjadi hukum, melanggar etik belum tentu melanggar hukum itu dulu. Sekarang kode etik jadi hukum karena kode etik kita dibuat dengan UU, atas perintah UU,” paparnya.

Etika dipandang sebagai filsafat praktis dimana langsung mempertanyakan praktis manusia (orang) mengenai tanggung jawab dan kewajiban orang itu sendiri melalui bimbingan suara hati terhadap Yang Ilahi, maka dari itu setiap calon advokat yang dilantik wajib mengambil sumpah advokat.

Maka setiap calon advokat harus memiliki rasa tanggung jawab, sehingga suara hati dapat menimbang mana baik dan buruk, patut dan tidak patut. Tanggung jawab dan juga sumpah yang diucapkan membuat setiap advokat memiliki kewajiban untuk menjaga martabat profesi, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk kehidupan sosial dengan penegak hukum lainnya.

Bagi advokat yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik, maka organisasi memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi mulai dari peringatan biasa, peringatan keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu, hingga pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

Tags:

Berita Terkait