​​​​​​​Kisah Perjuangan Konstitusional Mahasiswa dari Tujuh Kampus
Mahasiswa Bergerak

​​​​​​​Kisah Perjuangan Konstitusional Mahasiswa dari Tujuh Kampus

​​​​​​​Inilah salah satu potret mahasiswa yang memperjuangkan masa depan setelah mereka lulus. UU Pendidikan Tinggi berkali-kali dimohonkan uji oleh mahasiswa. Hasilnya?

Normand Edwin Elnizar/Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Mahkamah justru mengatakan UU Guru dan Dosen mengatur perlakuan yang sama kepada setiap orang untuk menjadi guru. Posisi antara lulusan LPTK dan non-LPTK ekuaivalen dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan. Karena itu, tidak ada pelanggaran konstitusi dalam Pasal 9 UU Guru dan Dosen. “Pokok permohonan tidak beralasan hukum,” tegas Mahkamah dalam pertimbangannya.

 

Hukumonline.com

 

Tembok UU Pendidikan Tinggi

Masih berkaitan dengan perguruan tinggi, tercatat pula permohonan pengujian UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang diajukan mahasiswa. Setidaknya, sudah empat kali permohonan diajukan oleh mahasiswa. Tetapi permohonan para mahasiswa ini umumnya tak berhasil.

 

Pada 2012, beberapa orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang memohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi. Nurul Fajri, Chandra Feri Caniago, Depitriadi, Roky Septiari, Armanda Pransiska, dan Agid Sudarta Pratama mengajukan permohonan pengujian Pasal 64, Pasal 65, Pasal 73, Pasal 86, dan Pasal 87 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang dianggap bertentangan dengan Alinea ke IV Pembukaan UUD 1945, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (1) & ayat (4), dan Pasal 31 ayat (1) ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945. Dalam putusan No. 103/PUU-X/2012, majelis hakim menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya karena pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.

 

Pada tahun yang sama, ada lagi permohonan yang diajukan Azmy Uzandy, Khairizvan Edwar, Ilham Kasuma, Mida Yulia Murni, Ramzanjani, dan Ari Wirya Dinata. Mahasiswa Universitas Andalas Padang ini mengajukan permohonan pengujian Pasal 65, Pasal 74, dan Pasal 76 UU Pendidikan Tinggi yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Mereka mempersoalkan perguruan tinggi negeri badan hukum. Sebagaimana tertuang dalam Putusan MK No. 111/PUU-X/2012 majelis hakim menyatakan permohonan pengujian Pasal 65 UU Pendidikan Tinggi tidak dapat diterima dan menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya.

 

Berikutnya, pada 2016, ada permohonan dari sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Mereka adalah Ahmad Tojiwa Ram, Wahyu Hidayat, Zulkifli Rahman, Sri Wahyuni S, Giovani, Andi Azhim Fachreza Aswal, Wahyudi Kasrul, Muhammad Afdal Yanuar, Abrar, Febri Maulana, Asrullah, dan Dewi Intan Anggraeni kembali menguji materi terhadap UU Pendidikan Tinggi pada tahun 2016. Namun para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu tidak hadir dalam persidangan tanpa alasan yang sah. MK yakin telah memanggil secara sah dan patut. Oleh karena itu, majelis hakim lewat amar Putusan MK No. 26/PUU-XIV/2016 menyatakan permohonan para Pemohon gugur.

 

Baca juga:

 

Masih pada 2016, para mahasiswa kembali menguji materi UU Pendidikan Tinggi. Kali ini pengujian dilakukan bersama dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa). Mereka maju bersama-sama para pemohon dari kalangan dosen, guru, serta beberapa kalangan lain. Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) menjadi kuasa hukum untuk perkara ini.

Tags:

Berita Terkait