Kerugian Konstitusional Warga Negara Harus Penuhi Lima Syarat
Berita

Kerugian Konstitusional Warga Negara Harus Penuhi Lima Syarat

Banyak permohonan judicial review Undang-Undang ditolak Mahkamah Konstitusi lantaran tidak ditemukan kerugian konstitusional. Agar bisa disebut mengalami kerugian konstitusional, pemohon harus penuhi lima syarat. Apa saja?

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Belum tentu dikabulkan

Meskipun seorang warga negara sudah mengalami kerugian konstitusional dan mengajukan permohonan pengujian, tidak otomatis permohonannya dikabulkan. Sebagai contoh, ya perkara nomor 010 tadi.

 

Perkara ini adalah pengujian Undang-Undang no. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang diajukan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK). PNBK memberi kuasa kepada Febuar Rahman dan AH Endaryadi, masing-masing Ketua DPD Sumatera Selatan dan DPC Kota Palembang.

 

Kedua pengurus PNBK ini memang mengklaim telah mengalami kerugian konstitusional oleh berlakunya pasal 59 ayat (2) UU Pemda. Pasal itu menyaratkan batas minimal perolehan suara parpol atau gabungan parpol sebesar 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah. Syarat minimal itulah yang menjegal PNBK untuk mengajukan calon pasangan kepala daerah di sejumlah wilayah, termasuk Palembang dan Kutai Kertanegara.

 

Syarat yang terkandung dalam pasal 59 ayat (2) dinilai Febuar dan Endaryadi sebagai bentuk diktator mayoritas (meerderheids dictatuur). Bahkan ahli hukum Prof. Harun Alrasid menganggap pasal tersebut ‘gugur'. Sedangkan ahli ilmu politik Arbi Sanit menganggap pembatasan prosentase minimal itu sebagai pemaksaan oleh para pembuat hukum yang tidak dewasa dan tidak arif.

 

Namun dalam pertimbangan hukumnya, sidang pleno Mahkamah Konstitusi menganggap dalil-dalil yang dikemukakan pemohon tidak kuat. Syarat minimal 15 persen yang ditetapkan pembuat undang-undang merupakan pilihan kebijakan yang tidak bertentangan dengan Konstitusi.

 

Sepanjang pilihan kebijakan demikian tidak melampaui kewenangan pembuat undang-undang, tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, dan tidak tidak nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan UUD 1945, maka Mahkamah Konstitusi tidak bisa mengujinya. Pilihan kebijakan demikian tidak dapat dilakukan pengujian oleh Mahkamah, demikian sidang pleno yang dipimpin hakim Prof. HM Laica Marzuki.

Tags: