Kedudukan Bukti Ilmiah Semakin Penting dalam Hukum Pembuktian
Pidato Pengukuhan:

Kedudukan Bukti Ilmiah Semakin Penting dalam Hukum Pembuktian

Penggunaan bukti ilmiah mendorong proses penegakan hukum yang lebih berkeadilan dan berkepastian.

Muhammad Yasin
Bacaan 3 Menit
Prof. Dr. Rahmida Erliyani, SH. MH (Foto: Istimewa)
Prof. Dr. Rahmida Erliyani, SH. MH (Foto: Istimewa)

Alat-alat bukti dan proses pembuktian sangat penting artinya dalam dunia hukum. Membuktikan berarti memberikan atau memperlihatkan bukti, melakukan usaha untuk menyampaikan suatu kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan, dan meyakinkan tentang suatu argumentasi melalui pembuktian tersebut. Membuktikan sama halnya meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau argumentasi yang dikemukakan para pihak dalam suatu sengketa.

Dalam arti yuridis, membuktikan bermakna memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara bersangkutan guna memberikan kepastian tentang kebenaran suatu peristiwa.

Pembuktian yang kuat dibutuhkan dalam sengketa bidang hukum apa pun. Pihak yang alat bukti dan pembuktiannya tidak kuat cenderung kalah dalam suatu sengketa. Oleh karena itu, para pihak yang bersengketa atau berperkara, termasuk oleh aparat penegak hukum di lapangan hukum pidana, berusaha memperkuat bukti-bukti yang diajukan ke pengadilan. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan bukan saja memudahkan orang untuk mendapatkan bukti, tetapi juga membuat alat-alat bukti semakin beragam.

Pentingnya bukti ilmiah dalam hukum pembuktian menjadi intisari pidato pengukuhan Rahmida Erliyani sebagai Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin. Melalui pengukuhan ini, Prof. Rahmida menjadi perempuan pertama yang diangkat sebagai Guru Besar Ilmu Hukum sepanjang 65 tahun (1958-2023) berdirinya Fakultas Hukum ULM. “Alhamdulillah, inilah pencapaian yang penuh membanggakan. Semoga dapat menjadi pelopor dan motivasi bagi dosen-dosen perempuan lainnya di Fakultas Hukum ULM,” ungkapnya dalam pidato pengukuhan yang diperoleh hukumonline.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Bukti Ilmiah (Scientific Evidence) dalam Hukum Pembuktian Indonesia”, Prof. Rahmida menunjukkan bahwa bukti ilmiah telah mendapat tempat dalam sejumlah perundang-undangan dan putusan pengadilan. Simak misalnya pengakuan atas bukti ilmiah dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001; Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektroni, sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016; Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perluasan alat bukti dengan bersandar pada bukti ilmiah dapat dilihat dalam UU mengenai pemberantasan terorisme, pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, dan pemberantasan pencucian uang.

Dari lingkungan peradilan, pengakuan paling jelas dapat dibaca dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012. Putusan ini menempatkan bukti ilmiah berupa tes Deoxyribonucleic acid (DNA) dalam menentukan hubungan darah antara seseorang dengan orang lain. Putusan MK mengubah paradigma hukum yang selama ini dipergunakan dalam hukum perkawinan, bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan biologis dengan ibunya. Putusan MK memberikan perlindungan kepada anak luar kawin untuk dinyatakan punya hubungan dengan ayah biologisnya melalui pembuktian ilmiah.

Oleh karena bukti ilmiah semakin penting perannya dalam proses penegakan hukum, Prof. Rahmida berharap para pemangku kepentingan, terutama aparat penegak hukum, sungguh-sungguh memahami eksistensi bukti ilmiah. Ambil contoh penegakan hukum lingkungan dalam kasus kebakaran hutan. Sangat mungkin hakim menolak bukti ilmiah yang diajukan karena dianggap tidak sesuai prinsip pembuktian. Padahal dalam kasus kebakaran, proses pembuktian ilmiah peristiwa kebakaran, dampak, dan hubungan sebab akibat sangat penting.

Tags: