Keberanian Mengambil Keputusan dalam Kondisi Genting
Tajuk

Keberanian Mengambil Keputusan dalam Kondisi Genting

Sebuah catatan mengenang Almarhum Kuntoro Mangkusubroto.

Arief T Surowidjojo
Bacaan 6 Menit

Selain Guru Besar, KM jelas, dan lebih penting lagi, juga seorang pengambil keputusan dalam sejumlah jabatan pentingnya. Dan lebih khusus lagi, KM adalah pengambil keputusan penting di negara ini, untuk masalah-masalah kritis dan di masa-masa genting. Yang saya tahu, karena beririsan sedikit atau banyak, adalah masa-masa ketika KM harus memutuskan bagaimana PT Timah harus keluar dari keterpurukan. Sebagai Menteri Pertambangan di Kabinet Rezim Suharto yang represif dan rendah tata kelola, KM mengundurkan diri dari Kabinet Suharto sebagai bentuk mosi tidak percaya, yang antara lain menyebabkan lengsernya Suharto, dan dimulainya masa reformasi tahun 1998, suatu proses yang mengubah wajah negara dan bangsa ini menjadi seperti sekarang ini.

Selanjutnya saya saksikan juga bagaimana KM mengambil sejumlah keputusan penting, dan ikut serta menjadi bagian penting dari gerakan masyarakat sipil untuk mengubah bangsa ini, antara lain ikut mendirikan Komisi Anti Korupsi, membangun fondasi dasar PT PLN dengan tata kelola yang baik, mendorong dibangunnya sistem integritas nasional dalam perbaikan dan pendirian sejumlah lembaga negara yang dibutuhkan dalam sistem tersebut, bahkan terlibat dalam pemilihan pejabat-pejabat puncaknya.

Salah satu keputusan terpenting yang diambil adalah ketika KM bersedia memimpin Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR) pasca tsunami tahun 2004 sebagai Ketua. Selanjutnya kita semua tahu bahwa penanganan bencana Aceh Nias oleh BRR di bawah KM dipuji oleh dunia sebagai salah satu penanganan bencana terbaik yang pernah ada. Sebelum kerja besar itu dilakukan, KM banyak berdiskusi dengan sejumlah teman tentang strategi terbaik dan tercepat yang bisa dilakukan, karena penundaan sehari saja bisa berisiko hilangnya nyawa ribuan saudara-saudara kita di Aceh dan Nias yang tidak berdaya menghadapi amarah alam yang dahsyat. Perlu diingat bahwa pada masa itu konflik internal dengan Gerakan Aceh Merdeka masih berlangsung. Suatu masa teramat sulit untuk melakukan tugas yang dibebankan kepada BRR.

Salah satu yang diusulkan, diterima baik dan dijalankan, adalah membangun BRR sebagai semacam “superbody” yang bisa melakukan tindakan kedaruratan menerabas semua hukum dan aturan administratif demi kepentingan kecepatan penanganan krisis kemanusiaan di Aceh dan Nias. Kami berkaca dari pengalaman menangani krisis perbankan tahun 1998 dimana Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sewaktu Indonesia dan sejumlah negara Asia dilanda krisis moneter dan keuangan, diberikan kewenangan untuk melakukan semua tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia, antara lain, dengan dasar hukum yang jelas dan pasti, dengan menerabas sejumlah peraturan perundangan lain di berbagai bidang yang menghambat upaya-upaya penyelamatan ekonomi dan perbankan.

Terkait dengan BRR, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara (Perppu Aceh Nias). Pembahasan Perppu Aceh Nias berjalan tidak dengan mudah, karena: (a) substansi Perppu Aceh Nias yang “menerabas” sejumlah aturan dan prosedur lain yang berada di bawah domain kementerian dan lembaga negara lain, (b) biaya yang harus dibebankan kepada APBN yang luar biasa besar, sementara negara ini masih berkutat dengan kebangkitan kembali setelah krisis ekonomi berakhir. Keberanian, ketegasan dan kerelaan KM untuk “pasang badan” di hadapan sejumlah menteri, petinggi lembaga negara, dan parlemen, sungguh nyata, dan dengan banyak kejadian tarik-menarik yang emosional, akhirnya meloloskan Perppu Aceh Nias, dan kita semua tahu hasil akhir kerja BRR di bawah KM seperti apa.

Selanjutnya kita semua juga tahu kiprah KM sebagai Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang fokus pada pengawasan pelaksanaan program kerja pembangunan kabinet SBY-Boediono, kerja-kerja para menteri dan lembaga negara, perbaikan sistem terkait birokrasi dan pelaksanaan pembangunan. Penugasan kepada KM lainnya selama di UKP4 juga untuk melakukan pemberantasan mafia peradilan dengan pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum sebagai ketua. Kita tahu KM tidak punya latar belakang pendidikan hukum, tetapi ketegasan dan keberaniannya memutus mendorong pimpinan puncak republik ini memberi tugas khusus tersebut kepada KM. Peran-peran KM di posisi-posisi tersebut membuat gerah banyak pihak, tetapi dengan caranya sendiri KM telah membuktikan tugasnya diselesaikan secara baik dan terhormat.

Dalam tren kepemimpinan dunia saat ini, kita memahami bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang (i) menguasai dan menggunakan mega data dan informasi dengan baik, (ii) membentuk organisasi dan tim yang gesit (agile), efektif, ahli, dan punya pengetahuan mendalam yang relevan dengan kondisi sekitar dan global, (iii) mampu melakukan pemetaan, mitigasi dan manajemen risiko secara terukur, (iv) mampu menggerakkan pemangku kepentingan mencapai tujuan bersama, (v) mendengar dan memperhatikan kepentingan setiap individu anggota tim, bahkan sampai tingkat personal, dengan kehangatan dan tepuk bahu yang tulus, (vi) mempunyai visi kedepan yang relevan dengan kehidupan sekitar, regional dan global. Semua itu kita tahu dimiliki dan diterapkan oleh KM.

Kita alami dan kita rasakan, dilakukan KM tanpa pernah ada kesan menggurui atau bersikap “bossy” terhadap para “begundalnya”. Mungkin juga banyak yang tidak diketahui oleh khalayak bahwa KM juga banyak berkiprah di dunia korporasi. Selalu berada di depan memberi arah yang jelas bagi korporasi, asing dan nasional, untuk mencapai tujuan-tujuannya dengan cara-cara terhormat. Saya beruntung menyertai dan mendampingi KM dalam berbagai irisan, baik di masa-masa sebelum dan sesudah reformasi terkait dengan upaya membangun sistem integritas nasional dan tata kelola, semasa kegiatan di BRR, semasa kegiatan di UKP4 dan satgas anti-mafia, semasa sesama komisaris independen perusahaan publik, sesama pegiat di Jentera, selama krisis SBM ITB, dan sebagai juru bisik masalah hukum bilamana KM menghadapi masalah-masalah hukum yang rada gawat.

KM telah berjalan lebih dahulu di depan kita, memasuki alam lain, meninggalkan kita begitu banyak legacy. Legacy itu, kepemimpinan dan kebersahajaan ala KM, hidup di dada kita, menjadi bekal menghadapi masa depan negara dan bangsa ini yang tidak akan mudah dilalui di tengah gejolak dunia.

Arief Surowidjojo, Ketua STHI Jentera.

Tags:

Berita Terkait