Jangan Salah Mengartikan Hak!
Kolom

Jangan Salah Mengartikan Hak!

Paradigma ini terbuka setelah membaca salah satu bab dalam buku yang ditulis sarjana Belanda yang hidup diawal kemerdekaan, L.J. Van Apeldoorn yang dalam salah satu paragraf dalam tulisannya sang sarjana menyebutkan bahwa Konstitusi RIS dan UUDS 1950 mengatur bahwa negara memelihara fakir miskin dan anak terlantar.

Bacaan 2 Menit

 

Jika dalam permohonan uji tafsir sebelumnya Yusril mempermasalahkan batas waktu kekuasaan dalam pemerintahan. Kali ini Yusril memohonkan uji tafsir atas Hak Warga Negara. Karena itu, sangat relevan kasus Yusril ini menjadi contoh aktual dalam tulisan ini.

Dalam perkara ini, Yusril hendak memanfaatkan haknya sebagai warga negara yang sedang disangkakan melakukan tindak pidana untuk dihadirkan saksi-saksi yang menguntungkan baginya (a de charge), sebagaimana diatur dalam Pasal 65 dan 116 ayat (3) dan (4) KUHAP. Tetapi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus M. Amari dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Babul Khoir, dalam beberapa rilis media dengan tegas menolak keinginan Yusril untuk menggunakan haknya tersebut, yaitu untuk menghadirkan Presiden Soesilo Bambang Yudoyono, Presiden ke-5 Megawati Soekarno Putri, Wakil Presidek ke-10 Jusuf Kalla dan Mantan Menko Ekwin Kwik Kian Gie sebagai saksi yang meringankan dirinya, karena Kejaksaan menilai bahwa saksi-saksi tersebut tidak terkait dengan fakta-fakta perkara.

 

Tanpa ingin masuk kedalam subtansi perkara yang sedang membelit Yusril. Sangat menarik untuk mengkaji penerapan penggunaan hak warga negara di Indonesia ini. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa suatu hak warga negara ketika dimintakan kepada Negara untuk dilaksanakan maka adalah kewajiban negara untuk melaksanakannya.

 

Tidak dapat negara, dalam hal ini aparatur pemerintahan, menilai-nilai apakah relevan untuk melaksanakan hak  warga tersebut atau tidak, sepanjang Hak Warga Negara tersebut telah diatur dengan tegas oleh Undang-Undang, dilakukan oleh negara adalah sesegera mungkin melaksanakan hak yang dimintakan oleh warganya, sebagai bentuk pemberian jaminan keadilan dan kepastian hukum bagi warganya.

 

Dalam perkara permohonan uji tafsir yang kedua dilakukan oleh Yusril ini, secara akademik dan konsisten atas prinsip-prinsip dasar hukum, tanpa mendahului Putusan Mahkamah Konstitusi dapat diperkirakan bahwa dictum putusan Mahkamah Konstitusi akan menegaskan bahwa hak-hak tersangka yang diatur dalam KUHAP tersebut wajib dilaksanakan oleh penyidik dalam hal ini Kejaksaan. Apalagi jika ditambahkan dengan dengan alasan sosiologis dimana terdapat banyak fakta yang mendukung bahwa pihak penegak hukum seringkali tidak melaksanakan kewajibanya ini karena menilai hal tersebut hanyalah hak yang sifat dasarnya adalah fakultatif. Kecuali, Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan hal substansial disamping itu sehingga putusannya akan berbeda dari perkiraan.

 

Kali ini penulis, tidak berkepentingan pada apa yang terjadi pada Yusril, tetapi berkepentingan pada sikap Mahkamah Konstitusi untuk menjelaskan mengenai apa itu hak yang akan jelas tercermin dalam putusan dalam perkara permohonan uji tafsir yang kedua oleh Yusril tersebut.

 

-----

*) Penulis adalah Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

   

Tags: