Jampidum: Ada Tren Positif Penerapan Keadilan Restoratif dalam Perkara Narkotika
Terbaru

Jampidum: Ada Tren Positif Penerapan Keadilan Restoratif dalam Perkara Narkotika

Sebagaimana diatur dalam Pedoman Jaksa Agung No. 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Sudah ratusan korban penyalahgunaan narkotika memperoleh hak untuk diobati secara mental dan fisik. Bagi pengedar, ia tegaskan tetap tak ada ampun dan harus ditindak tegas terhadap pengedar yang sudah mengoyak moral bangsa. “Kami tidak segan-segan memberikan hukuman mati bagi mereka yang mencoba menjadi pengedar narkotika di negeri ini,” kata dia.

Terdapat persyaratan ketat yang wajib diperhatikan Jaksa dalam menerapkan Pedoman Jaksa Agung No.18/2021. Diantaranya dengan melihat jumlah barang bukti, kualifikasi tersangka, kualifikasi tindak pidana dan pasal yang disangkakan, mens rea, serta pemeriksaan seksama terhadap tersangka melalui hasil asesmen terpadu.

Tidak hanya itu, Penuntut Umum mempunyai kewajiban khusus dalam memberi petunjuk bagi penyidik dengan memastikan tersangka merupakan end user dan mengetahui profil tersangka. Mulai dari gaya hidup, transaksi keuangan, sampai dengan lingkungannya.

“Tidak ada satupun yang bermain-main dengan program humanis yakni restorative justice sebab ini merupakan ‘program memanusiakan manusia’. Jika ada Jaksa yang main-main, saya tegaskan akan saya pidanakan,” ungkap Jaksa Agung ST Burhanuddin pada berbagai kesempatan seperti disampaikan rilis Kejaksaan Agung.

Perihal pelaku sebagai korban penyalahgunaan narkotika, dipandang perlu pengobatan serius. Untuk mendukung implementasi Pedoman Jaksa Agung No.18/2021, ia mendorong pemerintah daerah maupun penegak hukum agar berkolaborasi. Dalam hal mendirikan rumah rehabilitasi di tiap provinsi dan kabupaten/kota. Mengingat langkah tersebut akan menjadi upaya amat serius dalam penegakan hukum humanis.

Rehabilitasi terbatas dilakukan bagi kalangan yang telah terbukti sebagai pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Bagi yang mempunyai dan menguasai, dapat pula dimungkinkan menjalani rehabilitasi jika pada proses asesmen ditunjukkan narkotika yang dipergunakan untuk dikonsumsi sendiri dengan jumlah sangat kecil.

“Filosofi restorative justice dalam perkara narkotika tidak hanya dilihat dari ultimum remedium sebagai pintu terakhir dalam proses peradilan, tetapi sebagai bentuk rehabilitasi yakni pemulihan kembali korban pelaku keadaan semula. Dengan harapan korban yang telah menjalan rehabilitasi tidak hanya sembuh, tetapi dapat kembali ke masyarakat, serta tak lagi menggunakan narkotika. Menyehatkan bangsa dari pengguna narkotika tidak hanya tugas penegak hukum, tetapi menjadi tanggung jawab negara dan kita semua,” katanya.

Tags:

Berita Terkait