HaKI dan sengketa Rahasia Dagang
Kolom

HaKI dan sengketa Rahasia Dagang

Secara historis Indonesia telah cukup lama mengenal sistem hukum tentang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Pada mulanya, sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual ini menerapkan aturan-aturan yang berlaku pada jaman penjajahan Belanda. Beberapa dari aturan-aturan ini kemudian diadopsi oleh Pemerintah Indonesia merdeka disamping aturan-aturan yang dinyatakan tidak berlaku lagi.

Bacaan 2 Menit
HaKI dan sengketa Rahasia Dagang
Hukumonline

Pada saat itu praktis hanya hukum mereklah yang diatur dan dituangkan dalam UU No. 21 Tahun 1961, sedangkan ketentuan-ketentuan mengenai paten dan hak cipta produk hukum Belanda dinyatakan tidak berlaku. Berkembangnya sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual di dunia, terutama sekali dikarenakan berubahnya prinsip-prinsip dagang di dunia. Komoditas yang diperdagangkan tidak hanya berupa barang-barang hasil bumi ataupun setengah jadi melainkan produk-produk jadi di mana Hak Kekayaan Intelektual melekat pada produk-produk tersebut.

Untuk itulah pada tahun 1982 Pemerintah Indonesia membuat UU tentang Hak Cipta (Copyright), dan untuk pertama kalinya Indonesia mulai mengatur bidang Hak Kekayaan Intelektual selain merek. Dengan makin ketatnya syarat-syarat berdagang antarnegara, terutama sekali untuk kepentingan negara-negara tujuan ekspor Indonesia, Pemerintah Indonesia mulai melengkapi sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual tersebut.

Sejak Indonesia meratifikasi perjanjian WTO (World Trade Organization) dan di mana dalam perjanjian internasional tersebut, termuat pula hal-hal yang berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual yang dituangkan dalam TRIP's (Trade Related Aspects on Intellectual Properties), Indonesia wajib melengkapi aturan-aturan mengenai bidang-bidang Hak Kekayaan Intelektual.

Rahasia dagang (trade secret)

Undang-Undang tentang Rahasia Dagang ini baru diundang-undangkan pada 20 Desember 2000 dalam UU No. 30/2000, sehingga secara efektif Undang-Undang ini belum berlaku terutama yang berhubungan dengan pencatatan lisensi dan pengalihan hak Rahasia Dagang karena institusi yang menangani masalah ini saat ini belum terbentuk. Sesuai dengan ketentuan umum yang ada dalam UU Rahasia Dagang, bidang ini berada dalam kewenangan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.

Lingkup dari Rahasia Dagang menurut pasal 2 disebutkan bahwa lingkup perlindungan Rahasia Dagang adalah meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memi-liki nilai ekonomi dan tidak diketahui masyarakan umum. Secara mudah, Rahasia Dagang adalah segala bentuk informasi yang tidak diungkapkan (undisclosed informations) yang memiliki nilai ekonomis dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Syarat lain adalah Rahasia Dagang ini haruslah dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya. Upaya untuk melindungi kerahasiaan ini tentu saja haruslah memenuhi standar-standar baku tentang perlindungan atas Rahasia Dagang ini. Batasan dari kerahasiaan ini menurut UU adalah tidak diketahui umum oleh masyarakat. Dengan kata lain, sepanjang informasi tersebut berada dalam lingkup dan pengawasan dari pemilik Rahasia Dagang, maka informasi tersebut adalah merupakan Rahasia Dagang.

UU Rahasia Dagang ini tidak memerinci bentuk-bentuk informasi yang merupakan Rahasia Dagang dan tampaknya akan diserahkan kepada praktek hukum. UU Rahasia Dagang ini mewajibkan setiap bentuk pengalihan hak dan lisensi Rahasia Dagang ini dicatatkan pada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.

Mengenai tata cara, biaya, apa yang dimuat dalam dalam permintaan pencatatan pengalihan hak atau lisensi ini, UU tidak mengaturnya dan diserahkan kepada Peraturan Pemerintah. Akan tetapi, UU dalam penjelasannya menyatakan bahwa yang wajib dicatat adalah hanya mengenai data yang bersifat administratif saja dan tidak mencakup substansi dari Rahasia Dagang tersebut. Sampai saat tulisan ini dibuat, institusi atau badan yang berwenang di lingkungan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual ini belum terbentuk.

Sengketa rahasia dagang

Mengenai sengketa Rahasia Dagang, UU mengatur bahwa gugatan dapat diajukan oleh pemegang hak Rahasia Dagang atau penerima lisensi dan diajukan ke Pengadilan Negri (pasal 11). Gugatan keperdataan ini adalah mengenai penggunaan tanpa hak atas Rahasia Dagang yang menjadi sengketa berupa gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan penggunaan Rahasia Dagang tersebut. Dengan hanya disebutkan Pengadilan Negeri, sengketa-sengketa tentang Rahasia Dagang ini tunduk pada aturan Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia.

Bentuk pelanggaran menurut UU Rahasia Dagang adalah apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan (pasal 13).

Sedangkan perbuatan yang bukan merupakan pelanggaran Rahasia Dagang adalah apabila pengungkapannya didasarkan pada kepentingan pertahanan keamanan, kesehatan atau keselamatan masyarakat. Selain itu, tindakan rekayasa-ulang (reverse engineering) atas produk yang dihasilkan dari penggunaan Rahasia Dagang milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan adalah juga bukan merupakan pelanggaran Rahasia Dagang.

Seperti halnya dengan UU lain di bidang Hak Kekayaan Intelektual, UU Rahasia Dagang ini juga memberikan pula sanksi pidana serta adanya penyidik pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) yang berwenang pula untuk menyidik tindak pidana di bidang Rahasia Dagang selain kepolisian.

Adapun ketentuan tentang tindak pidana Rahasia Dagang memberi sanksi dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 300.000.000. Sifat tindak pidana Rahasia Dagang ini adalah berupa delik aduan. Sedangkan ketentuan lain mengenai sengketa Rahasia Dagang baik dalam perkara pidana ataupun perdata, hakim dapat memerintahkan agar sidang dilakukan secara tertutup.

 

Setiawan Adi adalah praktisi hukum, pemerhati masalah Hak Kekayaan Intelektual

Tags: