Guru Besar FHUI Ini Sebut Hukum Lingkungan dalam Masa Penuh Bahaya
Terbaru

Guru Besar FHUI Ini Sebut Hukum Lingkungan dalam Masa Penuh Bahaya

Kondisi lingkungan saat ini dalam situasi krisis, seharusnya ada hukum yang progresif melindungi lingkungan hidup, tapi yang terjadi di Indonesia malah sebaliknya menimbulkan regresi. Misalnya, terbitnya UU Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan dalam UU PPLH.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Guru Besar FHUI Ini Sebut Hukum Lingkungan dalam Masa Penuh Bahaya
Hukumonline

Kegiatan manusia terutama sejak revolusi industri pertama berkontribusi terhadap perubahan lingkungan hidup di bumi. Peraih Nobel tahun 1995, Crutzen dan koleganya Stoermer mengenalkan istilah antroposen. Istilah itu menunjuk pada perubahan bumi karena kegiatan manusia. Kedua ahli itu mencatat beberapa abad terakhir bagaimana manusia telah berkembang menjadi kekuatan yang mengubah planet bumi.

Begitu penjelasan Guru Besar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Muhammad Ramdan Andri Gunawan Wibisana, dalam kuliah Hukum Lingkungan secara daring berjudul “Antroposen dan Hukum: Masa-Masa Penuh Bahaya”, Jumat (16/7/2021). (Baca Juga: UU Cipta Kerja Batasi Partisipasi Publik dalam Proses Persetujuan Lingkungan)

Crutzen dan Stoermer mencatat manusia dan kegiatannya antara lain menghabiskan bahan bakar fosil yang tersimpan di perut bumi selama ratusan juta tahun; melepaskan emisi sulfur dioksida (SO2) dua kali lebih banyak dari semua emisi oleh alam; mengubah 30-50 persen permukaan tanah bumi; meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer; penipisan lapisan ozon dan hilangnya 50 persen hutan mangrove.

Mengutip J.Purdy dalam buku After Nature: Politics of The Anthropocene, Andri mengatakan istilah antroposen penting karena menyatukan berbagai persoalan dalam satu nama. Mirip seperti penggunaan istilah “environment” tahun 1970 untuk menyatukan berbagai persoalan lingkungan hidup ke dalam “environmental crisis.” “Antroposen menunjukkan adanya urgensi dari respon kita terhadap krisis yang kita ciptakan atas planet ini,” kata Andri.

Antroposen terkait dengan berbagai isu termasuk hukum. Misalnya, persoalan lingkungan ini bisa mengubah batas negara, politik, dan keputusan bersifat privat tidak bisa lagi dikatakan murni privat tapi berkaitan juga dengan publik karena itu diperlukan peran negara. Berkaitan juga dengan keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan antara generasi, dan keadilan lingkungan.

Mengenai pembangunan berkelanjutan, Andri mengutip sejumlah ahli yang mengatakan banyak negara tidak memahami arti pembangunan berkelanjutan. Mereka seolah memahaminya dengan melanjutkan praktik yang selama ini mereka lakukan. Pembangunan berkelanjutan menjadi arahan penting, tapi tidak cukup bagi manusia dalam masa antroposen ini. Ada juga ahli yang menyebut selama ini negara lebih mengutamakan pertumbuhan dan pembangunan, padahal yang paling penting menjadi prioritas yakni stabilitas ekologi.

Bahkan untuk menarik investasi, ada negara yang menurunkan standar lingkungannya. Padahal secara tegas komunitas internasional melarang hal tersebut, antara lain termaktub dalam perjanjian perdagangan bebas kawasan Amerika Utara atau North American Free Trade Agreement (NAFTA). Dalam perjanjian NAFTA para anggotanya tidak boleh menurunkan standar di negaranya demi menarik investor, antara lain standar lingkungan hidup. Andri khawatir hal ini terjadi di Indonesia dengan terbitnya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Tags:

Berita Terkait