Todung Mulya Lubis:
Etika Sepakbola Harus Tegas
Profil

Todung Mulya Lubis:
Etika Sepakbola Harus Tegas

Pelanggaran etika dalam dunia olahraga akan mengkerdilkan olahraga itu sendiri.

MVT
Bacaan 2 Menit
Todung Mulya Lubis Ketua Komite Etika PSSI. Foto: SGP
Todung Mulya Lubis Ketua Komite Etika PSSI. Foto: SGP

Kemenangan Djohar Arifin Husein di Kongres Sepakbola Nasional akhirnya menyudahi polemik perebutan kursi Ketua Umum PSSI yang ramai diberitakan media massa. Sebagai ketua umum terpilih, Djohar tentunya mengemban sejumlah harapan publik yang ingin persepakbolaan nasional menghasilkan prestasi bukan masalah.

Menjawab harapan itu, Djohar membuat sejumlah gebrakan. Mulai dari merombak tim pelatih dan manajer tim nasional hingga membentuk kepengurusan yang didominasi wajah-wajah anyar. Salah satu wajah baru itu adalah Todung Mulya Lubis. Mendengar nama tokoh yang satu ini, anda pasti akan mengasosiasikannya dengan kata atau frasa “advokat” dan “gerakan anti korupsi”. 

Benar, Todung memang lebih identik dengan dua hal tersebut. Dia, meskipun pernah dinyatakan dicabut izinnya oleh PERADI sebelum akhirnya menyeberang ke KAI, memang faktanya masih dikenal sebagai salah satu advokat ternama di Indonesia. Lalu, di lingkungan penggiat anti korupsi, Todung juga pernah tercatat sebagai Direktur Eksekutif Transparency International Indonesia. Belakangan, Todung juga masuk dunia politik setelah merapat ke Partai Demokrat, tetapi kemudian mundur.

Dengan rekam jejak itu, maka bisa disimpulkan bahwa Todung sebenarnya ‘orang asing’ bagi sepakbola nasional. Namun, hal ini tidak menghalangi Todung untuk menerima tawaran menjadi Ketua Komite Etika PSSI. Dalam kabinet Djohar Arifin Husein, Todung memang bukan satu-satunya ‘orang asing’. Di Komite yang sama, terpampang juga nama Anis Baswedan dan Komaruddin Hidayat, dua figur yang lebih dikenal sebagai akademisi.    

“Saya memang belum pernah aktif di kepengurusan olahraga, tapi saya pengamat sepakbola, saya suka dengan sepakbola,” ungkap Todung kepada hukumonline, di Pacific Place, Jakarta, Kamis (29/9).

Seolah-oleh ingin menepis keraguan publik, Todung juga menegaskan bahwa dia juga cinta sepakbola. Dia mengaku pernah bermain sepakbola ketika masih sekolah dan kuliah. “Ya, pemain bola amatiran lah,” seloroh alumnus Fakultas Hukum UI ini.

Pasca kuliah, Todung stop bermain dan praktis hanya menjadi pengamat. Liga yang rutin dipantau Todung adalah Liga Inggris, makanya klub favoritnya pun Arsenal. “Saya suka klub Arsenal, sering bersaing sama anak saya yang suka Manchester United di Liga Inggris,” katanya sambil tertawa.

Diakui Todung, dirinya memang baru mengenal sepakbola Indonesia. Namun, Todung tetap tertarik menjadi pengurus PSSI karena sang Ketua Umum Djohar Arifin Husein dinilai memiliki semangat untuk memperbaiki sistem dan kompetisi sepakbola di Indonesia. Pihak PSSI ingin ada satu komisi kode etik yang baru, benar-benar independen, imparsial, dan objektif. Saya diminta masuk. Saya terima,” jelasnya. 

Sejalan dengan keinginan, Todung mengaku juga ingin membangun etika sepakbola di Indonesia. Menurutnya, Indonesia sebenarnya punya potensi besar untuk menjadi negara sepakbola berkualitas. Todung pun cukup optimis Indonesia bisa ke ajang bergengsi Piala Dunia dengan syarat Indonesia bisa membangun sistem dan kompetisi persepakbolaan yang baik. “Saat ini masih jauh lah saya kira (Indonesia ke Piala Dunia, red.),” ujarnya realistis.

Dalam rangka itu, Todung ingin membantu PSSI dengan berkontribusi di bidang penegakan etika. “Penting untuk membangun etika sepakbbola di Indonesia. Itu harus diterapkan dengan sangat ketat di tubuh PSSI. Kalau tidak prestasi sepakbola Indonesia tidak akan berkembang karena digerogoti pelanggaran etis. Efeknya jangka panjang,” ujarnya bersemangat.

Ditanya aspek etika mana yang butuh perbaikan etika, Todung mengatakan semua hal yang berkaitan dengan PSSI perlu diperhatikan. Tidak hanya etika di kalangan pengurus dan pemain, wasit pun perlu menjadi perhatian Komite Etika

“Saya kira kita harus coba buat satu perumusan kode etik yang benar-benar mengatur siapapun yang terlibat dalam pengelolaan PSSI. Pelanggaran etika dalam dunia olahraga akan mengkerdilkan olahraga itu sendiri,” ujarnya berfilosofis.

Terkait pemain, Todung mengakui perlu ada pembahasan mengenai batasan kewenangan antara Komite Etika dengan Komisi Disiplin. Namun keterikatan pemain pada etika tetap harus menjadi tujuan utama. 

“Saya kira nanti akan ada pertemuan dengan Komisi Disiplin untuk membahas wilayah kerja Komisi Disiplin sampai mana, wilayah kerja Komite Etika sampai mana,” paparnya. Sejauh ini, aku Todung, belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai lingkup kerja Komite Etika.

Berdasarkan catatan hukumonline, Todung bukan advokat pertama yang menjadi pengurus PSSI. Sebelumnya, beberapa advokat seperti Syarif Bastaman, Hinca Panjaitan, dan Togar Manahan Nero juga pernah menjadi pengurus.

Tags: