Dua Jaksa Tersangkut Kasus Ayin Dapat Jabatan Baru
Utama

Dua Jaksa Tersangkut Kasus Ayin Dapat Jabatan Baru

Kegiatan ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Justru malah bagus mengurangi pengangguran terselubung para staf ahli dan fungsional mantan Kajati,

Rfq
Bacaan 2 Menit
Dua Jaksa Tersangkut Kasus Ayin Dapat Jabatan Baru
Hukumonline

 

Saat ini telah diubah untuk mengoptimalkan kinerja pemberantasan korupsi, ujarnya. Pola kebijakan yang baru, kata Jasman, Kejaksaan Negeri akan menangani kasus kerugian negara Rp2,5 miliar ke bawah, sementara Kejaksaan Tinggi Rp10 miliar ke bawah. Pola baru ini, lanjut Jasman, harus dipantau melalui tim satuan khusus di daerah, agar disalahgunakan oleh aparat di bawah.

 

Jadi dari pada mereka (Kemas dan Salim) nongkrong-nongkrong  tidak ada kerjaannya masa tidak bisa dimanfaatkan, dalih Jasman. Apa bagus mereka menerima gaji, tapi tidak kerja. Padahal mereka punya potensi untuk mengawasi.

 

Sementara, Jampidsus Marwan Effendy menambahkan tenaga Kemas dan Salim dimanfaatkan hanya untuk memberikan bimbingan cara-cara memberkas perkara, menyusun surat dakwaan dan menyusun tuntutan pidana. Kegiatan ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Justru malah bagus mengurangi pengangguran terselubung para staf ahli dan fungsional mantan Kajati, ujarnya.

 

Kemas dan Salim, lanjut Marwan, tidak mengurusi kebijakan teknis penyelidikan, penyidikan dan penuntutan penanganan perkara korupsi secara langsung. Bagaimana mungkin  menjadi Jampidsus bayangan. Kegiatan tersebut sudah diberitahukan kepada Kajati, ujarnya.

 

Bentuk inkonsistensi

Terpisah, Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Hasril Hertanto mengatakan pengangkatan Kemas dan Salim sebagai bentuk inkonsistensi Kejaksaan Agung yang mencopot keduanya karena ikut terseret dalam kasus Ayin. Siapapun yang menjabat koordinator dan wakil koordinator, menurut Hasril, haruslah orang yang kredibel. Kita mempertanyakan Kejaksaan Agung terkait penempatan Kemas dan Salim dalam posisi yang penting, ujarnya.

 

Ia khawatir masyarakat akan semakin tidak percaya terhadap Kejaksaan Agung, terlepas Kemas dan Salim tidak diputus bersalah di pengadilan. Posisi baru Kemas dan Salim dikhawatirkan akan berpengaruh dengan kebijakan surat dakwaan. Masyarakat nanti akan berpikir, wajar saja kasus korupsinya tidak pernah lolos, karena supervisinya begitu, tandasnya. Jika alasannya untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman, Hasril berpendapat seharusnya mereka ditempatkan sebagai pengajar di Pusdiklat.

 

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan ICW akan memprotes kebijakan ini. Emerson menilai ini dapat menjadi precedent buruk saat pejabat yang pernah dicopot karena kinerjanya bermasalah tetapi justru kembali dipromosikan. Ini menjadi semacam budaya di Kejaksaan dan lembaga lainnya. Kalau ada pejabat yang melanggar kemudian dimutasi, biasanya tak membutuhkan berapa lama untuk dipromosikan lagi, pungkasnya.

Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani alias Ayin telah divonis oleh Pengadilan Tipikor. Keduanya dinyatakan terbukti sebagai penerima dan pelaku suap. Urip adalah anggota Tim Jaksa BLBI, sedangkan Ayin disebut-sebut sebagai ‘orang dekat' Sjamsul Nursalim, salah satu buronan kasus BLBI. Di luar Urip, fakta persidangan mengungkapkan dua nama lain dari lingkungan Kejaksaan, Kemas Yahya Rahman dan M Salim. Kemas dan Salim adalah Jampidsus dan Direktur Penyidikan sebelum akhirnya dicopot oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji.

 

Tidak lama terdengar, tiba-tiba muncul kisah baru tentang Kemas dan Salim. Senin (23/2), Kapuspenkum Jasman Panjaitan mengumumkan bahwa Kemas dan Salim diangkat sebagai Koordinator dan Wakil Koordinator Unit I Satuan Khusus Supervisi dan Bimbingan Teknis Penuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi, Perikanan dan Ekonomi, khususnya Cukai dan Kepabeanan.

 

Pengangkatan didasarkan pada Surat Keputusan Jaksa Agung nomor KEP-003/AA/JA/01/2009 tertanggal 22 Januari 2009. Jasman menjelaskan tim yang dikoordinir Kemas bukan sebagai pengendali dan tidak berkaitan langsung dengan penanganan perkara. Tim hanya bertugas sebagai tim supervisi dan bimbingan teknis penuntutan perkara. Tujuan akhirnya, tim ini diharapkan dapat mempercepat proses penanganan korupsi se-Indonesia.

 

Pengendali perkara korupsi tetap berada pada Jaksa Agung dan Jampidsus, tegasnya. Jasman juga menegaskan bahwa penugasan ini bukan dalam rangka mengaktifkan kembali Kemas dan Salim. Sebagaimana diketahui, setelah dicopot, Kemas dan Salim sama-sama ditempatkan pada pos staf ahli.

 

Pengangkatan Kemas dan Salim, menurut Jasman, berdasarkan pertimbangan keduanya memiliki pengalaman sehingga bisa diperbantukan untuk memantau penanganan korupsi. Pemantauan ini diperlukan terkait perubahan pola kebijakan penanganan korupsi 5-3-1 yang dicanangkan Kejaksaan Agung.

Halaman Selanjutnya:
Tags: