Biaya Pelatihan Konsultan HKI Agar Ditinjau Ulang
Berita

Biaya Pelatihan Konsultan HKI Agar Ditinjau Ulang

Biaya Pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia sebesar Rp 17,5 juta dinilai diskriminatif karena hanya mampu dijangkau oleh kalangan berduit.

Amr
Bacaan 2 Menit
Biaya Pelatihan Konsultan HKI Agar Ditinjau Ulang
Hukumonline

 

Sormin juga mengangkat persoalan lain. Menurutnya, seorang konsultan HKI tidak berkompeten untuk menyelesaikan sengketa HKI di Pengadilan Niaga kalau dia belum memiliki kartu advokat. Dengan demikian, dia menilai biaya PK-HKI yang sangat tinggi menjadi tidak praktis, mubazir dan tidak sebanding dengan hasil akhirnya.

 

Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan I FH-UI Adijaya Yusuf mengatakan bahwa pihaknya hingga saat ini belum menerima surat dari FKCA. Terlepas dari itu, dia menganggap bahwa surat tersebut salah alamat. Pasalnya, dalam hal ini kapasitas FH-UI hanyalah menjalankan penugasan yang diberikan oleh Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Depkum dan HAM RI.

 

Seharusnya surat itu ditujukan ke Ditjen HKI. untuk membatalkan atau meninjau ulang itu kewenangan Dirjen HKI, tukas Adijaya saat dihubungi hukumonline. Kebetulan, yang menjabat sebagai Dirjen HKI saat ini adalah Abdul Bari Azed yang sebelumnya adalah Dekan FH-UI.

 

Adijaya juga menegaskan penyelenggaraan PK-HKI bukanlah monopoli FH-UI melainkan proyek percontohan yang bisa jadi akan diterapkan di wilayah lain.

 

Sangat naif

Tentang besarnya biaya PK-HKI yang dianggap terlampau mahal, Adijaya mengatakan bahwa harga tersebut sebetulnya tidak sebanding dengan upaya (effort) dari FH-UI untuk melaksanakan program tersebut. Dengan mempertimbangkan waktu pendidikan selama 4,5 bulan (225 jam pelajaran), maka menurutnya peserta bisa dikatakan hanya membayar Rp75 ribu perjamnya. Apa artinya Rp75 ribu per jam ditambah dengan makan siang dan ruangan yang ber-AC, ucapnya.

 

Lebih jauh, Adijaya juga menganggap pandangan bahwa pekerjaan konsultan HKI hanyalah pekerjaan administrasi adalah sangat naif. Pasalnya, kata dia, pekerjaan seorang konsultan HKI tidak hanya bersifat administrasi tapi juga memberikan konsultasi yang bersifat teknis keilmuan kepada kliennya, seperti melakukan asessment terhadap sesuatu yang akan dipatenkan.

 

Mengenai FKCA, Sormin menjelaskan bahwa forum tersebut beranggotakan para sarjana hukum dari beberapa universitas di Jakarta. Selain dari FH-UKI, sebagian anggota FKCA juga berasal dari FH Universitas Krisna Dwipayana (Ukrida) Jakarta. Menurutnya, dari seluruh anggota FKCA yang saat ini masih berjumlah sembilan orang, sebagian besar belum bekerja.

 

Sormin menambahkan bahwa saat ini para anggota FKCA juga tengah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan oleh FH-UI maupun FH Pelita Harapan Jakarta. Ditambahkan olehnya bahwa biaya PKPA sebesar Rp4-5 juta saja sebenarnya sudah memberatkan bagi mereka. Sekadar tahu, tembusan surat FKCA ditujukan kepada Presiden RI, Komisi III DPR, Dirjen HKI, Komnas HAM, dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)

 

Sebelumnya, Ketua umum Peradi Otto Hasibuan juga memprotes Peraturan Pemerintah No.2/2004 tentang Konsultan HKI yang mengatur bahwa sertifkat kelulusan PK-HKI menjadi syarat seseorang dapat diangkat sebagai konsultan HKI.

Pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (PK-HKI) yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LPIH-FHUI) kembali menuai protes. Kali ini, protes datang dari sejumlah calon advokat yang tergabung Forum Komunikasi Calon Advokat (FKCA).

 

FKCA memprotes biaya PK-HKI sebesar Rp17,5 juta yang dianggap sangat fantastis dan luar biasa mahalnya. Koordinator FKCA L.H.T. Sormin mengatakan bahwa pematokan biaya PK-HKI sangat diskriminatif karena berimplikasi yang dapat mengikuti pelatihan itu hanya terbatas kepada pihak-pihak yang berduit saja.

 

Sedangkan FKCA ataupun pihak-pihak lain yang hanya berstatus pekerja atau baru lulus S-1 sudah pasti tidak dapat mengikuti PK-HKI, kata Sormin kepada hukumonline (23/6). Dalam surat yang ditujukan kepada LPIH-FHUI yang salinannya diterima hukumonline, FKCA menyatakan menolak biaya PK-HKI dan meminta LPLIH-FHUI untuk membatalkan atau meninjau ulang baik PK-HKI maupun biaya PK-HKI.

 

Sormin yang sehari-hari bekerja pada kantor hukum Teddy & Titi berpandangan bahwa tidak diperlukan pengetahuan, keahlian atau kemampuan teknis yang mendalam untuk menjadi seorang konsultan HKI. Berdasarkan pengalamannya, pekerjaan utama seorang konsultan HKI hanyalah berkisar pada persoalan pendaftaran Merek, Hak Cipta, Paten dan Desain Industri.

 

Semua pekerjaan tersebut secara jujur hanya bersifat administrasi saja, artinya tidak diperlukan pengetahuan, keahlian atau kemampuan teknis yang mendalam untuk mengajukan pendaftaran-pendaftaran tersebut, dengan perkataan lain, tidak berijazah S-1 pun sudah dapat mengerjakannya, tukas Sormin yang lulus Fakultas Hukum Kristen Indonesia (FH-UKI) Jakarta pada 2000.

Tags: