Beragam Masukan untuk Penguatan MK
Utama

Beragam Masukan untuk Penguatan MK

Mulai soal kepatuhan pelaksanaan putusan MK; peran MK dalam penguatan demokrasi elektoral; memperjelas wewenang pengujian formil di MK; mengokohkan tafsir konstitusi di bidang ekonomi; konsisten putusan MK; hingga perlu kewenangan constitutional complaint.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Terkait wewenang pengujian formil di MK, Violla mencatat terdapat 44 pengujian formil di MK, tetapi tidak ada satupun yang dikabulkan oleh MK. “Paradigma MK dalam memutus pengujian formil perlu ‘digugat’, batu uji yang digunakan ialah UUD 1945 dengan penafsiran ekstensif (meluas. red),” usulnya.

Dia mengingatkan MK akan lebih banyak berurusan dengan bidang ekonomi dan bisnis dalam menangani pengujian UU di bidang ekonomi, keuangan, perpajakan. Ke depan, dia berharap MK mampu lebih mengokohkan tafsir konstitusi di bidang ekonomi. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir fokus pemerintah mendorong pertumbungan ekonomi dan investasi yang perlu diantisipasi. Seperti, RUU Cipta Kerja, RUU Ketentuan dan Fasilitas Perekonomian, RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, UU Minerba yang baru saja disahkan dan saat ini dipersoalkan di MK.

Hingga saat ini, pihaknya mencatat terdapat putusan pengujian UU terkait ekonomi dan bisnis berjumlah 68 PUU dan Sumber Daya Alam 56 PUU. Dengan jangka waktu memutus PUU di bidang ekonomi dan bisnis rata-rata 7,9 bulan dan Sumber Daya Alam memakan waktu 10,1 bulan. (Baca juga: 17 Tahun Berkiprah, MK ‘Cetak’ 2.720 Putusan)

Perlu konsistensi putusan

Dalam kesempatan yang sama, Direktur PUSaKO Universitas Andalas Feri Amsari menyoroti inkonsistensi putusan MK. Hal ini disebabkan bukan karena MK tidak konsisten, tetapi disebabkan hakim-hakim MK terus berubah dan tentunya cara berpikir hakimnya bisa berbeda. Untuk itu, perlu konsistensi hakim MK memutus perkara, jangan sampai hakim MK berpikir berbasis pada kepentingan (afiliasi politik), tapi pada keilmuan.

“Misalnya, di satu perkara hakim MK berpatokan dengan original intent, tetapi perkara lain hakim tersebut tidak berpatokan lagi pada original intent,” ujar Feri Amsari memberi contoh.  

Selama ini, Feri melihat MK sering membuat putusan dengan dengan dalih open legal policy (kebijakan terbuka pembentuk UU). Terkadang, masing-masing hakim memiliki perbedaan pendapat dalam memaknai open legal policy. Untuk itu, dia menyarankan seharusnya MK konsisten dan sudah mulai membatasi untuk memutus dengan dalih open legal policy.

Satu contoh, dia mensinyalir semakin hari MK terlibat dalam upaya pelemahan terhadap KPK lantaran beberapa pengujian revisi UU KPK tidak dapat diterima/ditolak. Dia berharap MK harus menjadi lembaga terdepan melindungi upaya menghancurkan KPK melalui revisi UU KPK yang kini diuji di MK. “MK harus turut mengawal proses politik agar tidak menyimpang, meskipun saya sadar betul hakim MK pun ditempatkan oleh orang-orang politik (DPR dan Presiden, red).”  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait