Benang Kusut Reformasi Regulasi
Kolom

Benang Kusut Reformasi Regulasi

Langkah reformasi regulasi perlu dilakukan terus menerus sebagai upaya meningkatkan kualitas regulasi di Indonesia.

Bacaan 5 Menit
M Nur Sholikin. Foto: Istimewa
M Nur Sholikin. Foto: Istimewa

Pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang yang melewati batas waktu masa sidang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 menunjukkan tata kelola legislasi yang semakin buruk saat ini. Perppu ini dibentuk disertai dengan kontroversi mengenai tidak adanya urgensi kegentingannya dan ketidaktaatan terhadap putusan MK yang memutuskan memperbaiki proses pembahasan UU Cipta Kerja. Alih-alih membahas dengan terbuka dan membuka ruang partisipasi lebih luas, Presiden mengambil jalan pintas dengan menerbitkan Perppu.

UU Cipta Kerja yang menjadi cikal bakal Perppu ini lahir, juga disertai banyak catatan negatif substansi maupun proses pembentukannya. Materi muatan bertentangan dengan prinsip perundang-undangan maupun sektoral dan proses yang elitis serta tidak transparan. Bahkan terdapat kesalahan pengetikan dalam naskah UU Cipta Kerja. Selain UU Cipta Kerja, kritik keras baik terhadap substansi maupun proses pembentukanya juga muncul terhadap UU Ibu Kota Negara. Proses pembentukannya berlangsung sangat cepat dan materi muatan yang dinilai bertentangan dengan konstitusi maupun kerangka teori yang terkait dengan pengaturan materi tertentu. 

Tak hanya pada level undang-undang, persoalan juga terdapat dalam peraturan di bawah undang-undang. Beberapa peraturan dicabut atau direvisi tak lama setelah dibentuk dan mendapat kritik dari masyarakat. Peraturan tersebut antara lain PP No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, Perpres No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, Perpres No. 36 Tahun 2020 Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja, dan Perpres No. 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara pada Lembaga Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan.

Beragam persoalan perundang-undangan tersebut memunculkan pertanyaan bagaimana implementasi reformasi regulasi yang sering disampaikan Presiden Joko Widodo?

Baca juga:

Pembenahan Regulasi dan RPJMN 2020-2024 yang Belum Terealisasi

Dalam berbagai kesempatan, di awal-awal masa jabatan periode kedua, Presiden Joko Widodo sering mengeluhkan persoalan perundang-undangan yang menjadi hambatan dalam pembangunan. Sejalan dengan itu diskusi perlunya reformasi regulasi semakin berkembang baik di kalangan publik maupun birokrat. Bahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 (RPJMN 2020-2024) memasukkan beberapa program terkait reformasi regulasi tersebut. Termasuk rencana pembentukan badan perundang-undangan atau lembaga pengelola regulasi yang tercantum dalam Lampiran Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024.

RPJMN 2020-2024 menyebutkan salah satu kebijakan dan strategi dalam pembangunan hukum adalah penataan regulasi yang dilakukan antara lain melalui pembentukan lembaga pengelola regulasi. Dalam dokumen perencanaan tersebut juga diuraikan fokus dari lembaga pengelola regulasi adalah sinkronisasi pemangku kepentingan, integrasi monitoring dan evaluasi (monev), optimalisasi akses dan partisipasi publik, penguatan harmonisasi dan sinergitas serta dukungan database berbasis teknologi informasi.

Tags:

Berita Terkait