Belum Ada Solusi Kemelut Wadah Tunggal
Kolom

Belum Ada Solusi Kemelut Wadah Tunggal

Sudah selayaknya UU Advokat diamandemen, karena memiliki definisi keliru mengenai penegak hukum.

Bacaan 2 Menit

 

Profesi advokat merupakan profesi yang bebas (free profession) merupakan bagian dari administration of justice untuk mewujudkan suatu proses peradilan yang jujur, independen dan berwibawa sebagaimana cita-cita dari suatu negara hukum (rechtsstaat). Karena itu seorang advokat tidak boleh dibatasai hak berserikatnya yang mengakibatkan advokat tersebut menderita pembatasan atas profesinya dengan alasan perbuatannya dianggap tidak sah atau keanggotaannya dalam suatu organisasi tidak sah, kecuali terdapat suatu keadaan yang mengharuskan adanya pembatasan suatu hak berserikat seperti negara yang sedang berada dalam keadaan darurat.  Dengan demikian fungsi advokat sebagai legal profession memiliki suatu keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh profesi lainnya, keunikan ini diakui oleh International Commission of Jurist (ICJ) yang menyatakan:

 

As is the case with judges, freedom of expression and association constitute essential requirements for the proper functioning of the legal profession. Although these freedoms are enjoyed by all persons, they acquire specific importance in the case of persons involved in the administration of justice. Principle 23 of the UN Basic Principles spells out this freedom in clear terms: “Lawyers like other citizens are entitled to freedom of expression, belief, association and assembly. In particular, they shall have the right to take part in public discussion of matters concerning the law, the administration of justice and the promotion and protection of human rights and to join or form local, national or international organizations and attend their meetings,without suffering professional restrictions by reason of their lawful action or their membership in a lawful organization.

 

Maka sudah selayaknya UU Advokat diamandemen, karena memiliki definisi keliru mengenai penegak hukum, selain itu seharusnya lulusan D-3 tidak bisa menjadi advokat namun hanyalah lulusan S-1 fakultas hukum yang mempunyai hak menjadi advokat, hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas advokat. Tujuan UU Advokat seharusnya adalah untuk meningkatkan kualitas para advokat, bukan untuk meningkatkan kuantitas seperti sekarang ini.

 

Perbandingan dengan NOVA dan Advocaten Wet di Belanda.

Jumlah advokat di Belanda yang relatif sedikit dibandingkan jumlah advokat di Indonesia yang pluralis masyarakatnya, telah bersepakat untuk membentuk Single Bar Association (Wadah Tunggal) yang disusul dengan mengundangkan Advocaten Wet pada tahun 1952. Jadi NOVA (Nederlands Orde Van Advocaten) sebagai single bar association terbentuk sebelum Advocaten Wet diundangkan dan nama NOVA sebagai bar association dicantumkan dalam Advocaten Wet. Ini berbeda dengan keadaan di Indonesia dimana ide  wadah tunggal datang dari pemerintah Orde Baru dan dibentuk IKADIN pada 10 November tahun 1985 di Jakarta.

 

Konsep ini datang dari atas dan bukan dari aspirasi advokat Indonesia, dimana Paradin menentangnya sejak semula. Rupanya para hakim MahkamahKonstitusi RI ini memahami asal usul  konsep wadah tunggal tetapi tidak mengerti atau tidak mau mengerti tentang sejarah advokat Indonesia. Tidak aneh karena sifatnya top down dan bukan aspirasi advokat Indonesia, akhirnya timbul gelombang protes dari para advokat setelah diundangkannya UU Advokat sejak tahun 2003 dan aksi protes ini diperkirakan terus berlanjut sampai nanti ada penyelesaian melalui Kongres advokat Indonesia, yang pernah dilakukan IKADIN 1985, secara demokratis dengan mendengarkan aspirasi Advokat Indonesia. Akibatnya semua organisasi advokat yang ada tidak dapat bekerja maksimal karena perseteruan dalam tubuh organisasi advokat. Kursus Advokat, ujian advokat, CLE (Continuing Legal Education), rekrutmen, pelatihan, penyumpahan, kurikulum pendidikan advokat dan lain-lain akan terbengkalai dan akan berakibat kepada mutu pelayanan dan pemberian jasa hukum (legal services) kepada masyarakat  c.q. para pencari keadilan.

 

Kewenangan untuk melakukan keseluruhan kegiatan tersebut yang saat ini hanya diberikan kepada satu organisasi saja yang seharusnya disertai dengan adanya aturan peralihan dalam bentuk apapun baik UU, PP atau Kepmen dari negara c.q. pemerintah, sehingga pertanggungjawaban sebagai organ yang ditunjuk oleh negara mempunyai suatu legalitas dan akuntabilitas yang jelas. Jika memang kita melihat Belanda sebagai acuan, hal ini sangatlah berbeda dimana dalam Advocaten Wet di Belanda mencantumkan dengan jelas kewenangan NOVA. Jelas organisasi bukanlah badan hukum dan juga bukan ormas ataupun LSM. Oleh karena itu, harus diperjelas bentuknya karena tidak ada organisasi advokat di seluruh dunia yang dibuat di hadapan notaris seolah-olah perseroan terbatas atau yayasan.

 

Konsep Usang Dan Dipaksakan

Konsep Wadah Tunggal mulai dicetuskan oleh Menteri Kehakiman Ali Said diakhir tahun 1970an dan dinyatakan kepada Ketua Peradin waktu itu Suardi Tasrif dan serentak ditentang oleh Peradin. Para advokat Paradin menolak pemaksaan dari atas akan bentuk organisasi advokat tersebut.  Semua itu harus datang dari bawah melalui Kongres Advokat dan harus dilakukan secara demokratis. Pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto yang otoriter dan korporatis menginginkan organisasi advokat dalam bentuk wadah tunggal agar mudah dikontrol dan tidak menjadi duri dalam daging bagi pemerintahannya karena kritik-kritik Peradin. Seperti buruh disatukan  dalam SPSI dan wartawan dalam PWI  maka advokat  digiring dalam wadah tunggal. Ketika IKADIN terbentuk pada tahun 1985 pemerintahan ORBA kecewa melihat kenyataan 80 persen dari DPP IKADIN terdiri dari advokat-advokat Peradin  dan sejak itu legitimasi IKADIN diganggu melalui berbagai cara seperti memecah IKADIN dan pendirian organisasi lainnya.

Tags: