Belajar Perbandingan Sistem Hukum Melalui Drama Korea (Bagian 1)
Kolom

Belajar Perbandingan Sistem Hukum Melalui Drama Korea (Bagian 1)

Harus diakui pembahasan mendalam tentang yurisprudensi sebagai salah satu bahan utama pembelajaran hukum memang masih jarang digunakan di Indonesia.

Bacaan 5 Menit

Yang membedakan “Law School” ini dengan drakor bertema hukum lainnya, di sini kita dapat membaca teks kutipan langsung baik yurisprudensi pengadilan maupun pasal-pasal dalam KUHP, KUHAP dan aturan lainnya. Dalam episode pertama misalnya Prof Yang Jong Hoon, profesor hukum pidana menanyai mahasiswanya terkait isu perkara pemerkosaan dalam perkara 2019E3021 yang melibatkan seorang bandar narkoba dan seorang jaksa bernama Kim Min-Su.

Di kasus ini, Mahkamah Agung pada akhirnya memutuskan bahwa perkara ini merupakan kasus suap dalam bentuk grafikasi seksual. Dari adegan ini kita akan disuguhi dialog yang menarik tentang bagaimana pengadilan mengkategorikan seks sebagai keuntungan abstrak yang dapat dijadikan alat untuk melakukan penyuapan. Dialog semacam ini akan sering kita temukan di tiap episode berikut pembahasannya, karena metode sokrates yang digunakan Prof Yang dalam pembelajaran di kelasnya. Metode sokrates dalam pembelajaran hukum ini dikenalkan pertama kali pada oleh Christopher Columbus Langdell, Dekan Harvard Law School pada 1870-1895 dengan menanyai mahasiswa satu persatu secara mendalam tentang fakta, isu hukum dan putusan dalam berbagai putusan pengadilan.

Meski Mahkamah Agung telah mengupload jutaan putusannya di website yang bisa diakses secara mudah, harus diakui pembahasan mendalam tentang yurisprudensi sebagai salah satu bahan utama pembelajaran hukum memang masih jarang digunakan di Indonesia. Sejak tahun 2007 Korea Selatan melakukan perubahan besar-besaran terhadap kurikulum pendidikan tinggi hukum mereka dengan mengadopsi sistem pendidikan hukum di Amerika Serikat (Kim 2012).

Sejak saat itu, status Fakultas Hukum menjadi Graduate School di mana hanya orang yang telah mendapatkan gelar sarjana yang bisa masuk ke Fakultas Hukum dan kuliah selama tiga tahun. Setelah itu mereka baru bisa ikut ujian yang diselenggarakan oleh sebuah badan di bawah Mahkamah Agung untuk menjadi praktisi hukum. Jika lulus ujian ini, para kandidat wajib mengikuti training khusus yang diselenggarakan oleh badan di bawah Mahkamah Agung sebelum mereka mendapatkan ijin berpraktik sebagai pengacara, jaksa ataupun hakim (Kim 2012, 52).

Berbeda dengan di Indonesia, tidak semua universitas dapat mendapatkan lisensi untuk membuka Fakultas Hukum dengan model Amerika. Ini termasuk kuota mahasiswa yang boleh diterima. Pada tahun 2008 misalnya, tercatat hanya 25 Universitas yang dapat menerima mahasiswa hukum dengan kuota yang telah ditentukan, Hankuk Law School yang dijadikan setting dalam drakor ini termasuk yang diberikan lisensi untuk menyelenggarakan pendidikan hukum dan dibatasi hanya boleh menerima 50 orang mahasiswa. Tidak heran, sebagaimana kita bisa tonton di sepanjang episode, kompetisi dan tensi untuk bisa lulus dan mendapatkan nilai terbaik di hampir semua mata kuliah cukup tinggi.

*)Fachrizal Afandi, Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB). Saat ini meneliti sistem peradilan pidana di negara-negara pasca otoriter termasuk Korea Selatan.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Universitas Brawijaya dalam program Hukumonline University Solution

Tags:

Berita Terkait