Akhiri Polemik Pelibatan TNI Tangani Terorisme, Ketentuan Ini Perlu Dicabut
Berita

Akhiri Polemik Pelibatan TNI Tangani Terorisme, Ketentuan Ini Perlu Dicabut

Pasal 43 I ayat (3) UU No.5 Tahun 2018 perlu dicabut. Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme harus mengacu pasal 7 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Dia mencontohkan operasi pemberantasan terorisme di Poso, Sulawesi Tengah. Menurutnya kelompok teroris yang masih ada di sana jumlahnya relatif kecil, tapi aparat yang dikerahkan jumlahnya cukup besar hingga mencapai ribuan. Operasi pemberantasan terorisme di Poso ini pada 2015 dilakukan oleh kepolisian, tapi tahun 2016 mulai melibatkan TNI. Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk operasi ini tidak kecil, setiap triwulan jumlahnya Rp13 milyar.

“Menariknya kelompok teroris yang tersisa itu jumlahnya hanya belasan orang, tapi operasi ini belum selesai,” lanjutnya.

Koordinator Public Interest Lawyer Network (PilNet) Indonesia Erwin Natosmal Oemar merujuk Pasal 7 UU No.34 Tahun 2004 operasi militer selain perang dilakukan melalui keputusan politik negara. Ini artinya yang dibutuhkan keputusan presiden dan pertimbangan DPR, tapi draft Perpres mengatur yang diperlukan hanya keputusan presiden.

“Jika Perpres ini terbit maka berpotensi tumpang tindih dengan kewenangan lembaga lain seperti BNPT,” kata dia dalam kesempatan yang sama.

Erwin menegaskan Perpres ini akan memasukan TNI dalam sistem peradilan pidana. Padahal dalam sistem peradilan pidana ada mekanisme check and balances, misalkan ada warga negara yang dirugikan oleh tindakan hukum, maka dapat mengajukan praperadilan. Lalu bagaimana jika masyarakat yang dirugikan mau meminta pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan TNI? Bagaimana memastikan tindakan itu telah sesuai prinsip hukum dan HAM? Misalnya, ketika TNI menangkap teroris dengan kekerasan.

“Salah satu reformasi TNI yang belum selesai itu UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang sampai sekarang belum direvisi,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait