‘Ada Hal Lain yang Melemahkan Posisi Indonesia di Arbitrase'
Berita

‘Ada Hal Lain yang Melemahkan Posisi Indonesia di Arbitrase'

Kekalahan Indonesia pada beberapa perkara di arbitrase bukan karena posisi tawar Indonesia yang lemah. Tapi, sering kali Indonesia tidak membawakan permasalahan dengan baik.

CR
Bacaan 2 Menit
‘Ada Hal Lain yang Melemahkan Posisi Indonesia di Arbitrase'
Hukumonline

 

Dalam beberapa sengketa, penyebabnya bukan ditimbulkan oleh tindakan perusahaan bersangkutan dengan perusahaan lawannya. Tetapi di mata Anangga, ada faktor lain yang turut mempengaruhi itu.

 

Anangga yang juga arbiter di Badan Arbitrase Nasional (BANI)  ini mencontohkan dalam sengketa yang melibatkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) atau Pertamina. Dalam perkara tersebut, PLN dan Pertamina tidak bisa seratus persen membeberkan kasus sebenarnya, karena terkait hal-hal lainnya. Anangga menilai, hal tersebut yang justru melemahkan pihak Indonesia.

 

Anangga tidak sependapat bila forum arbitrase di ICSID cenderung menguntungkan posisi investor dan melemahkan Indonesia. Kata dia, untuk mengetahui posisi Indonesia dalam sengketa Semen Gresik melawan Cemex ini, perlu ditelusuri kembali mengenai proses pembelian saham Semen Gresik oleh Cemex. Mulai dari tender hingga perjanjian dibuat.     

 

Jadi bukan karena rules-nya. Rulesnya memang selalu dikatakan ICSID condong melindungi investor. Hal itu sudah diketahui semua pihak. Tapi Indonesia sudah menyepakatinya, tandasnya. Memang ICSID dibentuk untuk melindungi investor terutama pada permulaan tahun 1967-1968, waktu Indonesia baru mengeluarkan UU Penanaman Modal, terang partner di kantor hukum Roosdiono and Partners ini.

 

Put option

Dihubungi secara terpisah, anggota Komisi VI DPR, Didik J Rachbini, mengatakan kondisi industri semen di Indonesia sudah memasuki lingkup kartel. Sehingga diharapkan Semen Gresik itu menjadi anchor-nya (jangkar), sehingga bisa mengimbangi. Cemex ingin menjadi mayoritas tapi menggunakan put option. Option ini kan artinya pilihan, jadi tidak harus, tukasnya.

 

Maka dari itu, Didik menyatakan bahwa sikap DPR tetap sama, yaitu meminta pemerintah untuk tidak mengurangi kepemilikan 51 persen sahamnya di Semen Gresik. Urusan jual beli saham ini sudah menyangkut ekonomi politik negara. Jadi jangan pakai alasan bisnis saja. Ini sudah menyangkut urusan rakyat, cetusnya.

 

Sebaliknya, Anangga melihat bahwa perusahaan asing tidak memiliki kecenderungan melakukan kartel. Sebab, perusahaan asing yang memiliki saham di berbagai perusahaan semen Indonesia, satu sama lain merupakan kompetitor, bukan hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri.

November 2003 lalu, pemerintah Indonesia selaku pemegang  saham PT Semen Gresik digugat oleh Cemex Asia Holding Ltd (Cemex) di International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID). Dalam gugatannya, Cemex meminta agar Pemerintah Indonesia membayar kembali semua saham yang mereka beli dan denda senilai AS$400 juta.

 

Cemex menggugat pemerintah selaku pemegang saham Semen Gresik, karena dianggap lalai melaksanakan kewajibannya berdasarkan klausula jual beli bersyarat (Conditional of Sale and Purchase Agreement/CSPA). Berdasarkan CSPA, pemerintah harus menyelesaikan penjualan terhadap sisa saham pemerintah (put option) kepada Cemex. Sebelumnya, serangkaian proses negosiasi telah dilakukan namun menemui jalan buntu. Kemungkinan sengketa ini, akan diselesaikan di ICSID, pada 28-30 Juli nanti.

 

Dari beberapa pengalaman berperkara di arbitrase sebelumnya, sering kali pihak Indonesia dikalahkan. Namun dalam penyelesaian sengketa kali ini, kepada pers Rabu (16/3), Menko Perekonomian Aburizal Bakrie menyatakan kesiapan pemerintah menghadapi gugatan Cemex.

 

Diminta pendapatnya mengenai sengketa ini, praktisi hukum Anangga W. Roosdiono mengatakan kekalahan Indonesia pada beberapa perkara di arbitrase bukan karena posisi tawar Indonesia yang lemah. Tapi, sering kali Indonesia tidak membawakan permasalahan dengan baik.

 

Menurut saya, kita selalu melihat bahwa kita tidak salah. Dan pasti ada permainan pada waktu itu. Kita tidak membawa persoalannya secara jelas, terbuka dengan fakta-fakta. Karena seringkali terjadi hal-hal di luar perjanjian itu sendiri, ujarnya dalam pembicaraan dengan hukumonline (16/3).

Tags: