SEMINAR HUKUMONLINE - PERADI

Hitam-Putih Transaksi Derivatif: Anatomi Kontrak dan Peta Sengketa

Penjabaran anatomi kontrak berdasarkan ISDA dan hukum kontrak Indonesia serta peta sengketa Transaksi Derivatif

Project

Bacaan 2 Menit

Kasus transaksi derivatif menghebohkan dunia usaha sejak <BR> krisis global 2008. Foto: Sam

 

Krisis ekonomi global yang melanda Indonesia berimbas pada kegiatan dunia usaha.  Penurunan kuantitas komoditi ekspor-impor dan nilai tukar mata uang, merupakan beberapa efek yang dirasakan oleh para pengusaha. Salah satu alternatif untuk meminimalisir kerugian tersebut dengan melakukan transaksi derivatif. Transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti, suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrumen, namun tidak termasuk transaksi derivatif kredit. Ketentuan transaksi derivatif di ranah perbankan selama ini diatur oleh Peraturan Bank Indonesia No. 7/31/PBI/2005 tentang Transaksi Derivatif.

 

Pada awalnya, transaksi ini bertujuan untuk transaksi lindung nilai (hedging) kurs valuta asing dari fluktuasi nilai tukar mata uang dalam negeri dengan adanya suatu perjanjian yang mendasarinya (underlying transaction).

 

Sederhananya, derivatif merupakan kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran, dimana pelaku pasar membuat suatu perjanjian untuk saling mempertukarkan uang, aset atau suatu nilai di masa yang akan datang dengan mengacu pada aset yang menjadi acuan pokok. Dalam perkembangannya, rumusan dan transaksi derivatif kian kompleks. Belakangan transaksi ini semakin rumit dan digunakan untuk tujuan spekulasi tanpa adanya underliying transaction.

 

Transaksi derivatif yang belakangan inilah yang berpotensi menimbulkan kerugian pengusaha lokal dan BUMN hingga mencapai ratusan juta dollar. Pada kenyataannya, transaksi ini melahirkan gugatan–gugatan, misalnya gugatan PT Permata Hijau Sawit kepada Citibank N.A, gugatan PT Esa Kertas Nusantara kepada PT Bank Danamon Tbk., lalu gugatan PT Nubika Jaya melawan Standard Chartered Bank, dan lain sebagainya.

 

Diduga transaksi-transaksi yang disengketakan tersebut menggunakan pola Structure Financial Product. Structured product adalah produk yang merupakan kombinasi berbagai instrumen dengan transaksi derivatif valas terhadap rupiah, untuk tujuan mendapatkan tambahan income (return enchancement) yang dapat mendorong transaksi pembelian dan/atau penjualan valas terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai rupiah.

 

Dalam Surat Edaran BI No. 10/42/DPM tanggal 27 November 2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank, menyiratkan adanya pelarangan terhadap transaksi derivatif spekulatif terutama kontrak yang terkait pembelian mata uang asing terhadap rupiah. Dengan kata lain, transaksi derivatif yang mengacu pada structured product dilarang. Pelarangan tersebut tidak lantas menyelesaikan permasalahan. Bagaimana dengan transaksi yang masih berjalan (outstanding)?

 

Tanggal 17 April lalu, Pemerintah menetapkan Peraturan BI No. 11/14/PBI/2009 yang merevisi PBI No. 10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap transaksi valuta asing  terhadap rupiah yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan BI No. 10/37/PBI/2009 dapat diteruskan sampai dengan jatuh waktu kontrak”. Dan dalam pasal 13 ayat (2) diatur, transaksi yang masih berjalan (outstanding) dapat diselesaikan tanpa pergerakan dana pokok melalui: (a) percepatan penyelesaian (early termination) atau penghentian (unwind) transaksi valas terhadap rupiah; (b) penyelesaian transaksi melalui restrukturisasi kontrak transaksi valas terhadap rupiah; (c) penyelesaian transaksi dengan menggunakan dana pinjaman dari bank.

 

Penyelesaian transaksi dengan cara-cara tersebut dapat dilakukan sepanjang terdapat kesepakatan tertulis antara pihak yang melakukan transaksi valuta asing terhadap rupiah (Pasal 13 ayat (3)). Penyelesaian transaksi itu sedapat mungkin menggunakan rupiah.

 

Ketentuan tersebut mempertegas bahwa Bank Indonesia tidak akan menghentikan bank–bank untuk melakukan transaksi derivatif. Namun, pada 1 Juli 2009, Bank Indonesia menerbitkan aturan baru, yakni Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/26/PBI/2009 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product Bagi Bank Umum. Dalam aturan tersebut terdapat ketentuan bahwa informasi mengenai pemasaran structured product serta perjanjian tertulisnya wajib disajikan dalam bahasa Indonesia.

 

Latar belakang dikeluarkannya peraturan ini adalah tingginya kompleksitas instrumen keuangan dalam bentuk structured product yang berpotensi mengakibatkan kerugian yang akan diderita bank maupun nasabah yang sebagian besar berasal dari pengusaha atau BUMN. Structured product memiliki kecanggihan rumus–rumus keuangan. Sehingga apabila structured product disajikan dalam suatu perjanjian  berbahasa asing, maka perjanjian tersebut akan sulit dimengerti. Hal tersebut akan membuat penandatangan kontrak berakhir dengan kerugian besar. Oleh sebab itu Bank Indonesia menganjurkan agar setiap perjanjian tertulis terkait dibuat dengan bahasa Indonesia.

 

Dari uraian sebelumnya, tergambar jelas bahwa transaksi derivatif mengandung sejumlah persoalan. Namun, di sisi lain, transaksi derivatif dapat menjadi salah satu solusi untuk mendapatkan tambahan income dan mengamankan anggaran perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada 12 Agustus 2009 yang lalu, hukumonline dan PERADI telah menyelenggarakan Seminar mengenai “ Hitam-Putih Transaksi Derivatif: Anatomi Kontrak dan Peta Sengketa”, dengan narasumber - narasumber sebagai berikut:

 

 

Sambutan dan Pembukaan:

  • Otto Hasibuan (Ketua Umum DPN Peradi)
  • Halim Alamsyah (Direktur Penelitian dan Pengaturan Bank Indonesia)

 

Pembicara:

  • Jacqueline ML Low (Senior Counsel Asia, International Swaps and Derivatives Association, Inc. / ISDA)
  • Chengwy Karlam (Direktur, PT Independent Research & Advisory Indonesia)
  • Mustika Kuwera (Senior Vice President Legal The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited)
  • Agus Santoso (Deputi Direktur Hukum Bank Indonesia)
  • Soenardi Pardi (Partner, Hendra Soenardi & Rekan)
  • Erwandi Hendrata (Partner, Hadiputranto Hadinoto & Partners)

 

Moderator:

  • M. Arie Armand (Partner, DNC Law Firm)
  • Tony Budidjaja (Principal, Budidjaja & Associates) 

 

 

Notulensi diskusi ini tersedia gratis bagi para pelanggan hukumonline.com.* Silahkan hubungi kami via email talks(at)hukumonline(dot)com.

 

 

*syarat ketentuan berlaku