Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU) mengatur tentang kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan pailit debitor Bank. Pasal tersebut berbunyi, “Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia”.
Seperti diketahui, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh sejumlah pihak yang oleh undang-undang dinyatakan berwenang. Di antaranya adalah debitor; satu kreditor atau lebih; jaksa untuk kepentingan umum; Bank Indonesia jika debitornya adalah bank; BAPEPAM; serta Menteri Keuangan jika debitornya perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Umumnya, debitor dan kreditor dapat mengajukan permohonan pailit. Pasal 1 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU mendefinisikan kreditor sebagai orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Kreditor ini terbagi menjadi kreditor biasa, kreditor yang diistimewakan, dan kreditor separatis.
Menurut Imran Nating dalam Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit (2005:48), kreditor separatis adalah kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan. Jika jaminan yang dipegang kreditor bukan jaminan kebendaan, maka kreditor tersebut bukan kreditor separatis.