Saat Publik Ramai-ramai Menuntut Penundaan Pelaksanaan Pilkada Serentak
Berita

Saat Publik Ramai-ramai Menuntut Penundaan Pelaksanaan Pilkada Serentak

Jangan diteruskan asumsi bahwa kita mampu mencegah kerumunan.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kesimpulan rapat kerja Komisi II DPR, Pemerintah, dengan Penyelenggara Pemilu pada Senin (21/9) dinilai mengecerakan sebagian kalangan. Fakta dimana penyebaran Covid-19 yang terus membesar, termasuk tingginya angka kematian akibat Covid-19 seolah tidak cukup menjadi alasan bagi DPR, Pemerintah, dan penyelengga untuk menunda pelaksanaan Pilkada. Hingga tanggal 21 September, secara nasional setidaknya 9.667 orang meninggal karena COVID-19, dan 248.852 orang lainnya terinfeksi.

Tahapan Pilkada 2020 dengan hari pemungutan suara tanggal 9 Desemeber 2020 mendatang, tetap dipaksakan terus berjalan. Kesimpulan rapat yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, Anggota KPU, Ilham Saputra, Ketua Bawaslu, Abhan, dan Ketua DKPP, Muhammad tersebut dinilai tidak mendengarkan aspirasi masyarakat luas.

Suara-suara yang meminta penundaan pelaksanan pilkada faktanya tidak hanya datang dari organisasi masyarakat sipil, tapi juga datang dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah di dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj, serta Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, meminta agar pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda, karena keselamatan masyarakat jauh lebih penting.

Sebelumnya Komnas HAM telah merekomendasikan untuk menunda pelaksaanaan Pilkada dan DKPP telah menerima lebih dari 50 petisi dari masyarakat yang meminta Pilkada ditunda. (Baca Juga: Bawaslu Temukan 50 Daerah Rawan Tinggi dalam Konteks Pandemi Covid-19)

Pilkada yang dipaksakan ditengah pandemi menimbulkan fakta yang memprihatinkan yakni pihak-pihak yang terlibat dalam Pilkada telah banyak yang positif terjangkit covid-19, diantaranya 60 orang bakal pasangan calon (data KPU pertanggal 10 September 2020), 163 orang jajaran Bawaslu, mulai dari Sekretariat Bawaslu RI hingga panwaslu kecamatan dan panwaslu desa/kelurahan (data Bawaslu RI pertanggal 21 September 2020), 21 orang staf KPU RI dan terakhir 3 orang Komisioner KPU RI termasuk Ketua KPU RI terjangkit covid-19 serta sejumlah Ketua/Komisioner KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa N Agustyati, menyebutkan bahwa keputusan rapat kerja Komis II DPR tersebut sangat mengecewakan. Menurut perempuan yang kerap di sapa Ninis ini, permintaan penundaan yang datang dari masyrakat sipil bukan hanya terkait waktu pelaksanaan pilkada menunggu usainya Pandemi, melainkan agar aspek-aspek teknis pilkada dapat disiapkan lebih maksimal.

“Karena situasi masih belum membaik, ada fakta banyak penyelenggara pemilu yang terinfeksi covid. Tentu kita tidak ingin angka ini terus naik,” ungkap Ninis dalam jumpa pers yang disiarkan secara daring, Selasa (22/9)

Tags:

Berita Terkait