Kalah Lagi, Mengais Harapan Lagi
Tajuk

Kalah Lagi, Mengais Harapan Lagi

​​​​​​​Dengan bergantinya tahun, tentu banyak orang masih punya harapan akan perbaikan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kalah menang dalam semua aspek kehidupan adalah hal wajar dan sangat biasa. Kalah menang dalam kontestasi politik juga hal biasa, karena sentimen dan selera publik mudah berubah dengan lewatnya waktu, apalagi pemilihan umum dilakukan secara berkala, sehingga yang kalah dan menang hanya soal giliran saja bagi para politisi.

 

Demikian juga dalam dunia olah raga. Tahun lalu Liverpool menjuarai Liga Champions Eropa 2018-2019, dan baru saja mereka menjadi klub juara dunia. Tentu dengan keajaiban Mo Salah, Firmino dan Mane di bawah Klopp.  Ini terjadi setelah menunggu selama 14 tahun, sewaktu terakhir kalinya mereka menjadi juara. Selama 14 tahun itu Liverpool juga tim yang langganan kalah. 

 

Tetapi kalah dalam memperjuangkan sesuatu yang sangat mendasar, termasuk penegakan hukum, demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) adalah soal lain lagi. Kekalahan dalam soal ini adalah soal kemunduran peradaban dan kemanusiaan, dan pastinya cita-cita para founders kita mendirikan republik ini.

 

Ini juga soal kalahnya prinsip-prinsip tata kelola. Artinya kemenangan ada di pihak the bad guys. Ini juga soal kehilangan waktu berharga setelah kita berada dalam sistem represif militeristik selama 30 tahun di bawah Soeharto, dan 21 tahun berusaha melakukan perubahan dalam era reformasi untuk menuju Indonesia yang lebih baik. 

 

Membangun sistem untuk penegakan hukum, demokrasi dan HAM yang baik adalah juga harga mati untuk setiap concerned citizens. Manakala sistem tersebut sudah berada dalam bangunan dasar yang kokoh, dan kemudian perlahan digangsir fondasinya, maka bukan hanya waktu yang terbuang percuma, tetapi juga korban banyak berjatuhan, kesempatan baik banyak hilang, dan perbaikannya, yang biasanya tambal sulam, tidak akan pernah mengembalikannya ke fondasi dan bangunan yang sama.

 

Ini seperti memperbaiki pohon yang sudah rusak akar tunjangnya. Ada bagian yang harus dibuang, dan walaupun pohon itu akan terlihat tegak lagi, tetapi sebetulnya itu bukan pohon kokoh yang sama. Ketika menghadapi angin puyuh atau puting beliung, pohon ini akan mudah goyah, mungkin akan tercerabut dan roboh juga akhirnya.

 

Alih-alih memperkuat upaya antikorupsi, seperti dalam janjinya waktu Pilpres 2019, Jokowi sebagai pemimpin tertinggi Republik, otomatis, mau tidak mau, menjadi sosok yang terdepan mengomandani pelemahan KPK. Sebagai Presiden dengan pemahaman yang tinggi tentang teknologi, peta dan kepentingan politik, dan pengaruh bisnis dalam keputusan politik, Jokowi seharusnya sadar penuh akan keputusannya menyetujui amandemen UU KPK 2019 dan semua dampak negatifnya terhadap penegakan hukum, demokrasi dan HAM.

Tags:

Berita Terkait