Uji Coba Rudal Anti Satelit Rusia: Perspektif Hukum Antariksa dan Indonesia
Kolom

Uji Coba Rudal Anti Satelit Rusia: Perspektif Hukum Antariksa dan Indonesia

Komunitas Internasional dewasa ini mengarah kepada upaya pelarangan ASAT. Mulai dari pelarangan sementara hingga terbentuk suatu ketentuan global hingga pelarangan permanen dan sesegera mungkin.

Kolase Ridha Aditya Nugraha (kiri) dan Taufik Rachmat Nugraha (kanan)
Kolase Ridha Aditya Nugraha (kiri) dan Taufik Rachmat Nugraha (kanan)

Pada tanggal 15 November 2021, Rusia kembali melakukan uji coba senjata anti satelit yang lebih dikenal dengan Anti-Satellite Weapon (ASAT). Uji coba tersebut disinyalir berdekatan lokasinya dengan Stasiun Ruang Angkasa Internasional (International Space Station). Rusia menembakkan ASAT pada target satelit Kosmos 1408 atau Tselina-D milik Rusia yang diluncurkan pada tahun 1982, sebagaimana berlokasi di Orbit Rendah Bumi atau (Low Earth Orbit – LEO), di mana ISS juga melintas pada zona orbit tersebut. Uji coba ASAT tersebut telah mendapat konfirmasi dari Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu.

Menurut penjelasan resmi dari NASA, hasil dari penghancuran satelit Kosmos 1408 tersebut menghasilkan kurang lebih 1.500 pecahan atau fragmen satelit yang tersebar di lintasan orbit dengan kecepatan yang sangat tinggi. Uji coba ASAT dapat menghancurkan satelit pada lintasan orbit yang sama mengingat suatu satelit yang dihantam misil ASAT akan hancur menjadi fragmen-fragmen kecil.

Kemudian fragmen-fragmen tersebut akan melayang bebas dengan kecepatan luar biasa sehingga berpotensi dapat menghancurkan satelit lain tanpa pandang bulu serta mengancam aktivitas astronot, termasuk mereka yang berada di dalam ISS. Fragmen tersebut dapat menyebabkan kerusakan hingga menghancurkan ISS yang berada pada lintasan orbit yang sama.

Saat ini ISS memiliki enam kru, yakni tiga astronot Amerika Serikat, dua Kosmonot Rusia, dan seorang astronot Jerman. Uji coba ASAT berujung status siaga untuk meninggalkan ISS seandainya serpihan satelit Kosmos 1408 menghantam ISS. Kru bersiaga pada kapsul (shelter) mereka, yakni Dragon dan Soyuz. Pada akhirnya skenario penyelamatan menggunakan kapsul untuk kembali ke bumi memang tidak terjadi.

Hal selanjutnya yang menjadi perhatian ialah kemungkinan fragmen-fragmen Tselina-D memasuki ruang udara (re-entry) sehingga dapat membahayakan penerbangan dan manusia di daratan. Kemudian akan lebih berbahaya jika satelit tersebut menggunakan bahan bakar nuklir, seperti pada kejadian Kosmos 954 pada 24 Januari 1978 yang memasuki kembali ruang udara karena kegagalan pada roket pendorong, sehingga jatuh dan sebaran bahan bakar nuklirnya menyelimuti sebagian wilayah Kanada.

Tes ASAT dan the Outer Space Treaty 1967

Seperti yang diketahui publik internasional secara luas, tes ASAT mulai rutin dilakukan semenjak 2019. India meluncurkan ASAT pada misi Çhakti (2019) dan Rusia melakukan pengujian Direct-Ascend atau DA-ASAT (2021). Tes serupa pernah dilakukan oleh Cina yang menyasar satelit cuaca Fengyun C-1 (2007). Amerika Serikat menyusul pada tahun berikutnya dengan melakukan uji persenjataan ASAT.

Senjata ASAT memiliki dua jenis model yakni, ASAT dengan hulu ledak non-nuklir (kinetic ASAT) untuk menghancurkan satelit seluruhnya, ataupun yang menggunakan laser lazim disebut non-kinetic ASAT sebagaimana difungsikan baik untuk melumpuhkan sinyal maupun telekomunikasi antara stasiun bumi dan satelit tanpa menghancurkan fisik dari satelit itu sendiri. ASAT merupakan salah satu program yang dikembangkan sejak era Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Program ASAT sempat terhenti pada periode 1980-an guna meredakan ketegangan politik serta mendorong stabilitas keamanan global.

Tags:

Berita Terkait