Squid Game dan Adu Tarung Kepentingan Publik
Kolom

Squid Game dan Adu Tarung Kepentingan Publik

Tiap episode Squid Game terdapat refleksi serta analogi himpitan yang dirasakan masyarakat sipil dan publik Indonesia secara umum.

Bacaan 6 Menit

Tidak ada urgensi untuk memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi sebagaimana tidak ada desakan juga untuk memberikan honorarium tambahan untuk penyelesaian perkara di lingkup MA dan MK. Tidak heran ketika terbit putusan yang mencabut pengetatan remisi bagi koruptor oleh MA dituduh sebagai dampak tidak langsung dari adanya insentif tersebut. Putusan MK yang menolak uji formil revisi UU KPK juga diduga oleh sebagian kalangan merupakan ‘balas jasa’ dari perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi.

Tentu tidak ada pembuktian sebab akibat perpanjangan masa jabatan serta penerbitan insentif berupa honor berhubungan langsung dengan keputusan yang menguntungkan status quo. Namun analogi dari episode Glass Bridge di Squid Game menunjukkan, mengotak-atik cahaya sebagai elemen dasar sebelum melangkah bisa menjerumuskan pemain. Apakah masa jabatan dan tambahan honor merupakan elemen dasar pertimbangan hakim dalam menerbitkan putusan? Kita tidak pernah tahu; pembuktiannya sangat sulit dan mungkin hanya sejarah yang bisa menjawab.

  1. Squid Game. Permainan terakhir dalam Squid Game adalah Squid Game itu sendiri; yang mirip dengan permainan gobak sodor di Indonesia. Pemain melompat dengan satu kaki dan harus dicegah oleh pemain lawan untuk mencapai titik paling ujung yang menyerupai kepala cumi-cumi. Namun dalam serial Squid Game, pemain yang menang adalah dia yang masih hidup sampai akhir. Dalam adu jotos di episode terakhir ini mirip dengan pertarungan hidup mati antara kepentingan publik dan status quo.

Meski demikian, berbeda dengan serial Squid Game, pertarungan antara kepentingan publik versus status quo adalah perkelahian dengan ronde yang tidak berujung. Ronde pertama bisa jadi kepentingan publik menang, misalnya dengan kemenangan gugatan masyarakat sipil untuk udara bersih Jakarta dengan Pemerintah sebagai tergugat. Namun ronde berikutnya bisa jadi berbalik dengan bandingnya Pemerintah; bisa jadi kemenangan tersebut berbalik menjadi kekalahan bagi publik.

Keberadaan KPK sejak tahun 2002 merupakan simbol terkuat amanat reformasi untuk pemberantasan korupsi. Namun perjalanan sejarah menunjukkan revisi UU KPK tahun 2019 merupakan pukulan mundur luar biasa untuk agenda pemberantasan korupsi. Mengembalikan TNI ke barak melalui UU TNI No. 34/2004 juga merupakan salah satu keberhasilan masyarakat sipil. Tapi dengan adanya wacana personel TNI/POLRI aktif dimungkinkan menjadi Penjabat Tugas Kepala Daerah, seolah membuat semua inisiatif pemisahan sipil-militer hasil reformasi ‘98 menjadi mentah kembali. Lagi-lagi, batu ujinya adalah sejarah; dalam babak mana kepentingan publik menang dan status quo tiarap ataupun sebaliknya.

Tentu saja analisis ringan ini lahir karena terlalu banyak menonton layanan streaming karena pandemi. Namun seperti kata protagonis Gi-Hun ketika hendak meyakinkan Sa-Byeok si gadis pelarian Korea Utara yang tak percaya siapapun, bahwa rasa percaya harus lahir karena kali ini kita tak punya siapa-siapa lagi. "You Don’t Trust People here Because You Can, You Do It Because You Don’t Have Anybody Else,"-Gi-Hun-. Dan, berbeda seperti serial Squid Game yang berisikan adu siasat agar tetap hidup dan memenangkan uang, apabila kepentingan publik yang keluar jadi pemenang serta ekosistem demokrasi membaik; sesungguhnya semua orang menjadi juara.

*)Gita Putri Damayana adalah Direktur Eksekutif PSHK dan Wakil Ketua STIH Jentera Bidang Penelitian.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait