Otonomi Khusus dan Efektivitas Pendekatan Pemerintah bagi Perdamaian Papua
Kolom

Otonomi Khusus dan Efektivitas Pendekatan Pemerintah bagi Perdamaian Papua

Patut ditunggu apakah kekerasan pasca Revisi UU Otsus Papua dapat diredam dengan pendekatan kesejahteraan.

Bacaan 4 Menit
Rico Novianto. Foto: Istimewa
Rico Novianto. Foto: Istimewa

DPR dan Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua). Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna DPR-RI ke-23 Masa Persidangan Tahun Sidang 2020-2021 yang dilaksanakan pada Kamis (15/7/2021).

Namun, satu pekan berselang, tepatnya pada Selasa (27/7/2021) terdapat insiden penginjakan Anggota TNI AU kepada seorang warga disabilitas di Marauke, Papua. Kejadian ini menjadi kontraproduktif terhadap langkah pemerintah yang ingin melakukan proses perdamaian di Papua.

Konflik kekerasan yang terjadi di Papua pada tahun ini masih tinggi terjadi. Data yang berhasil dihimpun Gugus Tugas Papua UGM menunjukkan peningkatan eskalasi konflik yang signifikan pada awal tahun 2021 sebanyak 51 kasus. Hal tersebut hampir mencapai kasus keseluruhan di sepanjang tahun 2020 yang sebanyak 64 kasus. Puncaknya, Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Provinsi Papua turut menjadi korban aksi kekerasan di Distrik Beoga, Puncak, pada 25 April 2021 lalu.

Dengan tingginya ekskalasi tersebut, pemerintah memutuskan kelompok kriminal bersenjata (KKB) serta pendukungnya sebagai teroris. Satgas Nemangkawi bentukan TNI Polri yang sedianya dibentuk untuk enam bulan, Juni lalu diperpanjang masa tugasnya hingga enam bulan ke depan dengan kendali pimpinan Kapolda Papua dan Pangdam Cendrawasih. Selama enam bulan terakhir, delapan orang meninggal dunia, 11 orang luka-luka.

Salah satu upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah perubahan Revisi UU Otsus di berbagai sektor dengan merevisi 18 pasal yang terdiri dari 3 pasal usulan pemerintah dan 15 pasal di luar pemerintah serta terdapat 2 pasal dalam RUU Pasal sehingga 20 pasal. Perubahan meliputi kewajiban dari alokasi anggaran pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan perekonomian untuk pemberdayaan orang asli Papua.

Pada bidang politik dan pemerintahan, keanggotaan DPRP dan DPRK, selain dipilih juga dilakukan pengangkatan dari unsur Papua. Selain itu, pemekaran wilayah dan peraturan pelaksana dari UU Otsus Papua. DAU (Dana Alokasi Umum) Nasional dinaikkan dari 2 persen menjadi 2,25 persen. Lebih lanjut, RUU penggunaan dana otsus melalui pendirian Lembaga BK-P3 yang ketuai oleh Wakil Presiden dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Bappenas, Menteri Keuangan dan perwakilan setiap provinsi di Papua. Pendekatan pemerintah dalam menangani konflik Papua menurut Menkopolhukam difokuskan melalui pendekatan kesejahteraan.

Pada pertemuan dalam proses revisi RUU Otsus Papua yang selama ini dilakukan tidak mengikusertakan kelompok pemberontak yang tersebar di wilayah pegunungan Papua. Pendekatan pada UU Otsus Papua masih dilakukan secara pendekatan diskusi terbatas pemerintah dengan perwakilan yang ditunjuk di Papua dan alokasi dana yang digelontorkan pada pemerintah maupun unsur masyarakat di Papua.

Tags:

Berita Terkait