Industri Pembiayaan: Telaah Economic Analysis of Law 2021 dan 2022
Kolom

Industri Pembiayaan: Telaah Economic Analysis of Law 2021 dan 2022

Terdapat sejumlah kondisi lain yang turut mempengaruhi secara signifikan pada industri pembiayaan di tahun depan.

Industri Pembiayaan: Telaah Economic Analysis of Law 2021 dan 2022
Hukumonline

Sepanjang tahun 2021 industri pembiayaan masih terdampak pandemi Covid-19. Paling tidak jika mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 48/POJK.03/2020 pemberlakuan restrukturisasi pembiayaan sehubungan Covid-19 masih akan terjadi hingga kuartal I-2022, mengingat dalam POJK tersebut dijelaskan bahwa restrukturisasi pembiayaan terdampak Covid-19 masih dilakukan setidaknya hingga 31 Maret 2022. Kondisi ini juga akan sangat bergantung pada penanganan varian Omicron dari Covid-19.

Jika penanganan Covid maupun varian Omicron gagal dibendung maka akan besar kemungkinan kebijakan restrukturisasi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 48/POJK.03/2020 diperpanjang kembali. Sebagaimana diketahui, POJK tersebut merupakan perpanjangan dari Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020.

Kebijakan restrukturisasi ini secara otomatis akan berpengaruh pada arus keuangan (cash flow) perusahaan pembiayaan itu sendiri. Sebaliknya, jika kondisi berkepanjangan maka akan berdampak pada tingginya angka kredit macet (non performing loan/NPL) pada industri pembiayaan itu sendiri.

Dalam perspektif economic analysis of law, industri pembiayaan akan sangat bergantung pada lancarnya pembiayaan. Sehingga, NPL yang tinggi akan sangat berdampak pada industri pembiayaan dan dalam operasionalnya akan sangat bergantung pada margin bunga antara bunga dari sumber pendanaan usaha pembiayaan dan bunga pembiayaan yang dibayarkan oleh nasabah pembiayaan itu sendiri.

Industri pembiayaan yang menggunakan sumber pendanaan (cost of fund/COF) berbiaya tinggi tentu akan sangat terdampak kebijakan restrukturisasi tersebut. Akibatnya, akan terjadi margin negatif, yakni pembayaran beban angsuran dan bunga pada kreditor lebih tinggi dibanding pemasukan dari nasabah hasil operasional usaha industri pembiayaan itu sendiri.

Kondisi lain yang turut mempengaruhi secara signifikan pada industri pembiayaan itu sendiri adalah beberapa putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materiil Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Masing-masing Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019, Nomor 2/PUU-XIX/2021 dan terakhir Nomor 57/PUU-XIX/2021 yang mempengaruhi eksekusi benda jaminan pembiayaan pada industri pembiayaan itu sendiri.

Dinamika 2022

Ketiga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap mengubah roh dan norma dari lembaga jaminan fidusia itu sendiri. Pasalnya jika debitor tidak mengakui adanya cidera janji maka putusan cidera janji tersebut harus dilakukan dengan melalui pengadilan dan dalam kondisi demikian maka sifat parate eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UUJF menjadi tidak berlaku.

Tags:

Berita Terkait