Belajar Perbandingan Sistem Hukum Melalui Drama Korea (Bagian 1)
Kolom

Belajar Perbandingan Sistem Hukum Melalui Drama Korea (Bagian 1)

Harus diakui pembahasan mendalam tentang yurisprudensi sebagai salah satu bahan utama pembelajaran hukum memang masih jarang digunakan di Indonesia.

Bacaan 5 Menit
Belajar Perbandingan Sistem Hukum Melalui Drama Korea (Bagian 1)
Hukumonline

Baru-baru ini Menkopolhukam Mahfud MD mengkritik alur sinetron di TV nasional yang menggambarkan proses peradilan pidana. Mahfud menyebut harusnya alur cerita tentang proses peradilan pidana itu harus disesuaikan dengan norma yang ada dalam KUHAP. Jika kita mengutip pendapat Robson dalam artikelnya yang diterbitkan di Journal of Law and Society, "Adaptation of films dealing with social issues can better be understood locating such films in their cultural and political context", memahami film terkait isu hukum pun harus ditempatkan pada budaya dan konteks politiknya.

Memang benar dalam KUHAP, pengakuan tersangka bukanlah satu-satunya bukti yang kuat, namun sudah banyak riset yang menunjukkan kecenderungan aparat penegak hukum bertumpu pada pengakuan tersangka dalam proses pembuktian hingga dalam banyak kasus sampai melakukan penyiksaan secara fisik maupun mental untuk mendapatkan pengakuan seseorang sebelum ditetapkan sebagai tersangka (Eddyono et al. 2012, Gunawan et al. 2012). Ini artinya praktik penegakan hukum kita secara garis besar sama dengan apa yang digambarkan dalam sinetron tersebut.

Mungkin banyak orang tidak tahu, bahwa cerita dari novel fiksi pun ternyata banyak dikutip dalam beberapa putusan pengadilan di Amerika Serikat (Mignanelly 2018). Dalam kasus Roth v. U.S. Department of Justice,' State v.Schaefer, dan kasus and State v. McCoy, pengadilan Amerika mendiskusikan dan merujuk Novel John Grisham berjudul The Innocent Man: Murder and Injustice in a SmallTown yang terbit di tahun 2006 terkait pentingnya perlindungan untuk mencegah penghukuman kepada orang yang tidak bersalah yang berimbas pada rusaknya sistem peradilan pidana. Ini menunjukkan bahwa otoritas penegak hukum pun semakin terbuka dengan literasi fiksi hukum yang berangkat dari konteks sosial.

Harus diakui, tidak banyak atau bahkan jarang novel ataupun film produksi tanah air yang serius menggambarkan sistem peradilan pidana kita. Kebanyakan dari kita bahkan kesulitan mencari film asing yang dapat kita perbandingkan dengan sistem inquisitorial yang saat ini masih setia kita anut. Film-film bertema hukum yang beredar di tanah air mayoritas berasal dari Amerika Serikat atau Inggris penganut adversarial yang sistem hukumnya berbeda dengan kita.

Meski tren sistem hukum di dunia makin bercampur (hybrid), kebutuhan untuk menganalisa sistem hukum yang secara mendasar sama tetap penting untuk mengetahui pengalaman yang serupa. Membanjirnya KPop dan Drama Korea di tanah air menjadi berkah tersendiri beberapa tahun belakangan, setidaknya untuk saya yang menekuni isu perbandingan sistem peradilan pidana di negara Asia penganut inquisitorial. Sejarah sistem politik Korea Selatan yang mirip dengan Indonesia; sama-sama pernah diperintah oleh rezim militer dan melakukan amandemen Konstitusi yang lebih menjunjung prinsip Negara Hukum dapat dijadikan bekal awal mengapa kita perlu membandingkan sistem hukum kita dengan sistem hukum Korea Selatan.

Terdapat banyak sekali film ataupun drama korea yang menceritakan sistem peradilan pidana dan kaitannya dengan sistem politik mereka. Di antara banyak film barangkali film berjudul 1987: When the day comes yang menggambarkan keterkaitan jaksa dan proses reformasi di Korea Selatan serta film The King yang menceritakan posisi politik para jaksa Korea saya rekomendasikan untuk ditonton di kala senggang. Untuk mahasiswa ataupun praktisi hukum penggemar film yang ringan dan menghibur, saya merekomendasikan drakor berjudul Law School sebagai tontonan yang membantu kita memahami dan membandingkan sistem hukum kita dengan sistem hukum yang ada di negeri ginseng tersebut.

Sistem Pendidikan Hukum di Korea Selatan

Sesuai dengan judulnya “Law School”, film ini mengambil setting kampus di Fakultas Hukum Universitas Hankuk, sebuah universitas swasta yang terletak di Seoul, Korea Selatan. Dalam 16 episodenya, kita akan disuguhkan proses pembelajaran hukum di Korea Selatan saat ini hingga praktik persidangan di pengadilan pidana dan bahkan di Mahkamah Konstitusi. Reformasi sistem pendidikan tinggi hukum beserta sistem peradilan pidananya digambarkan secara baik dalam tiap episodenya.

Tags:

Berita Terkait